Pemerintah Kaji Pengetatan Aturan Impor Demi Lindungi Industri Dalam Negeri

Bisnis.com,03 Sep 2018, 13:57 WIB
Penulis: Rinaldi Mohammad Azka
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas Kalibaru, Pelabuhan Utama Tanjung Priok di Jakarta, Selasa (13/9)./Antara-Widodo S. Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mengakui tengah mengikuti upaya negara lain, seperti China dan AS, dengan menerapkan aturan impor yang lebih ketat sebagai usaha melindungi industri dalam negeri.

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengungkapkan saat ini kajian mengenai penerapan pajak penghasilan (PPh) impor dan penegasan aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) merupakan langkah memperkuat industri dalam negeri.

Kajian atas PPh Pasal 22 yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) disebut dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan industri.

"Barang impor kan PPh ada yang 2,5%, ada yang 7%, 10%. Jadi kami sedang mengkaji beberapa HS untuk bahan baku bahan penolong, kami pilih yang lebih rendah, untuk barang antara 7,5% produk hilir boleh 10%," paparnya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (3/9/2018).

Menurut Airlangga, saat ini perusahaan-perusahaan komponen dalam negeri berharap bahwa mereka bisa meningkatkan kapasitas produksinya. Banyak perusahaan komponen dalam negeri yang meminta agar diberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara lebih ketat.

"Dalam tanda kutip [pengetatan SNI] bisa mengurangi impor. Bukan hanya digabung dengan TKDN tapi mencegah persaingan yang tidak sehat, kita lihat seperti negara lain memperkuat industrinya masing-masing termasuk tetangga kita," lanjutnya.

Langkah AS yang mengenakan biaya masuk bagi baja dan aluminium serta China yang mempertimbangkan trade remedy disinggung sebagai beberapa contoh.

Saat ini, ada 900 barang konsumsi yang sudah diberlakukan tarif PPh 22 dan jumlah barang konsumsi inilah yang tengah disisir untuk kemudian diterapkan tarif baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini