Saham Facebook & Twitter Turun, Indeks Nasdaq Merosot

Bisnis.com,06 Sep 2018, 06:24 WIB
Penulis: Aprianto Cahyo Nugroho
Nasdaq/web

Bisnis.com, JAKARTA – Nasdaq turun lebih dari 1% pada perdagangan Rabu (5/9/2018), tertekan oleh saham teknologi setelah para eksekutif Facebook Inc dan Twitter Inc memberikan pembelaan di depan anggota parlemen AS.

Menambah tekanan pada saham teknologi, Departemen Kehakiman kemudian mengatakan akan bertemu dengan jaksa umum untuk membahas kekhawatiran bahwa platform media sosial sengaja menekan pertukaran ide secara bebas, meskipun tidak secara khusus menyebut Facebook dan Twitter.

Saham Twitter turun 6,1% dan Facebook turun 2,3%. Keduanya memberikan kontribusi besar terhadap penurunan indeks Nasdaq dan S&P 500. Namun, indeks Dow Jones mampu menguat tipis.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 22,51 poin atau 0,09% ke 25.974,99, sedangkan indeks Standard & Poor’s 500 kehilangan 8,12 poin atau 0,28% ke 2.888,6 dan Nasdaq Composite turun 96,07 poin atau 1,19% ke 7.995,17.

Saham perusahaan teknologi lainnya, termasuk Alphabet Inc, Snap Inc dan Microsoft Corp, juga turun. Di sektor konsumer, investor juga menjual saham Amazon.com Inc dan Netflix Inc, dua anggota dari kelompok saham yang dikenal sebagai FANG.

Saham-saham teknologi dan konsumen menjadi penekan terbesar pada indeks S&P 500. Indeks teknologi S&P 500 turun 1,5%, sedangkan sektor konsumer melemah 1,1%.

"Karena perusahaan-perusahaan ini telah menjadi sangat menonjol, mereka menarik pengawasan para regulator dan pembuat undang-undang," kata John Carey, managing director di Amundi Pioneer Asset Management, seperti dikutip Reuters. "Mereka tetap pemimpin pasar, tetapi ada risiko potensial."

Saham energi juga turut memberikan tekanan pada indeks S&P. Halliburton Co turun hampir 6,0% setelah penyedia layanan ladang minyak tersebut memperingatkan laba kuartal ketiga dapat tertekn aktivitas moderat di Permian Basin dan peningkatan kontrak di Timur Tengah yang lebih lambat dari perkiraan.

Dengan kekhawatiran atas perdagangan meningkat, data Departemen Perdagangan menunjukkan bahwa defisit perdagangan AS mencapai level tertinggi dalam lima bulan pada bulan Juli, yang menurut para ekonom dapat meningkatkan tekad Gedung Putih untuk secara agresif mengejar pendekatan "Amerika yang Pertama (America First)".

Data tersebut muncul di tengah kekhawatiran bahwa proposal AS untuk mengenakan tarif atas barang impor China senilai lebih dari US$200 miliar dapat berlaku segera setelah periode komentar publik berakhir pada Kamis, bahkan ketika AS-Kanada berbicara untuk merundingkan kembali Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini