Satelit Temukan 157 Titik Panas di Sumatra

Bisnis.com,15 Sep 2018, 14:45 WIB
Penulis: Newswire
Simulasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Siak, Riau./Antara-Rony Muharrman

Bisnis.com, BANDA ACEH - Citra satelit menangkap sejumlah titik panas, di antaranya mengindikasikan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika setempat menemukan 157 titik panas melalui sensor modis satelit yang mengindikasikan kebakaran hutan dan lahan di daratan Sumatera.

"Kalau di Aceh nihil titik panas, tapi sejumlah provinsi di Sumatra hari ini terdapat 157 titik," ucap Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Zakaria Ahmad di Aceh Besar, Sabtu (15/9/2018).

Hasil pantauan sensor modis, lanjut dia, ada 60 titik panas di antaranya sebagai titik api akibat memiliki tingkat kepercayaan lebih dari 81% untuk setiap titiknya.

Lalu 36 titik panas di antaranya patut diduga sebagai titik api akibat tingkat kepercayaan di atas 71%, dan 37 titik mengkhawatirkan karena tingkat kepercayaannya 61%.

"Untuk titik api, dan diduga titik api mayoritas di Sumatra Selatan. Diikuti Lampung, Bangka Belitung, dan Riau," terang dia.

Ia mengatakan, sisanya 24 titik panas di antaranya lagi masuk dalam kategori aman karena tingkat kepercayaan 51%.

"Selain di empat provinsi, titik panas hari ini terdapat di Jambi, dan Sumatra Barat dalam jumlah yang sedikit," tutur Zakaria.

Pemerintah tahun ini mengawal ketat wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan, sehingga berhasil menurunkan jumlah titik api hingga 96,5% di seluruh Indonesia dalam periode 2015-2017.

"Berdasarkan data hasil pantauan satelit milik NOAA, jumlah titik api di 2015 mencapai 21.929, sedangkan di 2016 menurun menjadi 3.915. Pada 2017, jumlah titik api kembali menurun menjadi 2.257," kata Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Raffles B Panjaitan.

KLHK mencatat luas area hutan dan lahan yang terbakar di 2015 mencapai 2.611.411 hektare (ha). Angka ini menurun menjadi 438.360 ha di 2016, lalu turun lagi menjadi 165.464 ha di 2017.

"Sejak 2016, perusahaan tidak berani lagi melakukan pembukaan lahan dengan membakar, ini berpengaruh. Kalau pun ada yang terbakar itu hanya spot-spot kecil saja karena kelalaian," ujar Raffles.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini