Bisnis,com, JAKARTA — Transaksi lindung nilai atau hedging FX swap mengalami peningkatan semenjak Bank Indonesia melakukan relaksasi dalam hal jumlah minimal transaksi dan menetapkan batas atas premi.
Pada Agustus 2018, Bank Indonesia merilis Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No.20/18/PADG/2018 sebagai relasaksi untuk para nasabah eksportir. Regulasi tersebut menurunkan batas minimum pengajuan transaksi FX swap menjadi US$2 juta dari sebelumnya senilai US$10 juta. BI juga menetapkan batas atas premi swap sebesar 5%.
Berdasarkan catatan regulator, sejak regulasi tersebut digulirkan pada pertengahan Agustus, volume FX swap meningkat cukup signifikan. Peningkatan transaksi terjadi pada semua tenor, meliputi 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Dari sisi komposisi, volume FX swap paling tinggi tercatat pada tenor 6 bulan yang mencapai hampir US$2 miliar.
Direktur Kepala Grup Analisis, Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Pribadi Santoso mengatakan, dampak positif dari relaksasi kebijakan mengenai hedging diharapkan dapat terus berlanjut.
“Kami ingin meyakinkan kepada pelaku usaha bahwa hedging ini sebetulnya sangat diperlukan, ini adalah risk mitigations. Mirip dengan asuransi memang ada market price yang berlaku, cuma seharusnya tidak jadi keengganan para pelaku untuk melakukan hedging,” ujarnya, Senin (24/9/2018).
Dengan memanfaatkan fasilitas hedging FX swap tersebut, lanjutnya, para pelaku usaha diharapkan dapat lebih berfokus menjalankan bisnisnya tanpa terganggu dengan persoalan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Selain itu, BI mengharapkan para pelaku usaha tidak terjebak untuk terjun pada trading valas. “Sebenarnya, sebaiknya akan berkonsentrasi di bisnis masing-masing, bukan jadi pedagang valas karena tidak ada yang tahu pasti ke depannya akan seperti apa,” tambahnya.
Selain memanfaatkan hedging FX swap, untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar, BI juga menyarankan para eksportir untuk juga memanfaatkan fasilitas local currency settlement (LCS) yang disediakan bank Indonesia untuk mata uang negara-negara mitra seperti Malaysia dan Thailand.
Pribadi juga menuturkan bahwa para eksportir juga bisa memanfaatkan fasilitas swap untuk yuan China atau renminbi. Menurutnya, mata uang tersebut relatif lebih sejalan dengan pergerakan nilai tukar rupiah dibandingkan dengan dolar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel