JAKARTA—PT Bank Mandiri Tbk menjadi korban pembololan SNP Finance dengan potensi kerugian terbesar yakni Rp1,4 triliun. Kerugian ini bisa diperkecil dari outstanding kredit semula Rpp2,2 triliun menyusul tersendatnya pembayaran cicilan sejak dua tahun silam.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan manajemen telah memutuskan untuk mengurangi tagihan hingga Rp800 miliar, sebelum SNP mendapatkan masalah dan dilaporkan ke Polisi oleh kreditor lainnya. SNP Finance diminta untuk memperbesar nilai cicilan dan Bank Mandiri tak menambah plafon kredit.
“Sejak awal saya masuk [sebagai dirut], SNP Finance memang salah satu debitur yang mendapatkan perhatian. Kami melihat model bisnis ritel melalui gerai Columbia tidak terlalu relevan karena perubahan perilaku konsumen,” tutur Kartika, kepada Bisnis, di Jakarta, Rabu malam (26/9).
Bank Mandiri adalah satu dari 14 bank yang mengucurkan kredit kepada SNP Finance, antara lain bersama PT Bank Pan Indonesia Tbk, PT Bank Central Asia Tbk. Kasus pembobolan dana ini mencuat setelah Bareskrim Polri menindaklanjuti laporan Bank Panin karena perusahaan pembiayaan itu tidak memenuhi kewajiban sebagai debitur dan penerbit medium term notes (MTN).
Dalam proses penyidikan, ditemukan dugaan tindak pidana pembobolan dana terhadap belasan bank, oleh pengurus SNP Finance pada periode 2003—2016, dengan modus operandi penyaluran kredit fiktif dari SNP Finance kepada PT Columbindo Perdana (Columbia).
SNP Finance merupakan bagian dari usaha Columbia—toko ritel yang menjual elektronik, furnitur, dan perlengkapan rumah tangga—yang dikendalikan oleh Leo Chandra lewat PT Cipta Pratama Mandiri.
Menurut data Bareskrim Polri, yang diperoleh dari dokumen pencairan kredit yang pernah diterima oleh SNP, total penggelapan mencapai Rp14 triliun. Namun, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada SNP Finance sebesar itu. Sebanyak 14 bank yang terlibat dalam kasus ini tercatat memiliki tagihan sekitar Rp2,2 triliun.
Efek Domino
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno menilai kasus yang melibatkan multifinance dengan modus double financing hingga menggunakan piutang fiktif sebagai jaminan untuk memperoleh kredit bank, akan berdampak besar. Perbankan mulai memperketat kredit ke multifinance.
“Dampak besarnya ada. Saat ini pendanaan [ke multifinance] sangat sulit. Sebab, kami dianggap sebagai satu keluarga besar. Satu yang kena virus, lainnya juga dianggap terkena virus.”
Sejumlah bank yang terkait kasus ini pun semakin hati-hati dalam menyalurkan pembiayaan.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan kejadian ini akan mengubah sikap bank menjadi lebih konservatif dan selektif dalam memberikan akses finansial kepada perusahaan pembiayaan atau multifinance.
Sebagai langkah antisipasi, debitur akan diminta untuk menyerahkan aset lebih besar untuk pinjamannya guna menumbuhkan rasa kepercayaan dengan kreditur.
Adapun, Direktur Utama Bank Panin Herwidayatmo mengatakan bahwa permasalahan ini akan menurunkan kepercayaan kepada perusahaan keuangan yang memiliki kegiatan serupa dengan SNP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel