Tsunami di Teluk Lebih Berbahaya Dibanding Pesisir Terbuka. Ini Penjelasannya

Bisnis.com,02 Okt 2018, 08:38 WIB
Penulis: JIBI
Personel TNI mengevakuasi seorang ibu yang akan diterbangkan keluar dari kota Palu pascagempa dan tsunami, di Bandara Mutiara Sis Al Jufri, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Kabar24.com, JAKARTA - Tsunami di daerah teluk lebih berbahaya dibandingkan di kawasan pesisir terbuka jika berasal dari sebuah gempa yang sama lokasi dan besarannya

Demikian menurut Ahli dan peneliti tsunami dari Institut Teknologi Bandung atau ITB, Hamzah Latief, seperti dikutip Tempo.co.

“Lebih besar gelombangnya yang masuk teluk, terakumulasi energinya,” ujarnya, Senin, 1 Oktober 2018.

Sementara pada tsunami yang menuju pesisir terbuka, gelombangnya merambat ke kiri dan ke kanan atau tersebar. Sedangkan tsunami yang masuk ke teluk gelombangnya berkumpul dan jadi terjebak.

Selain itu, ada faktor yang bisa memperkuat gelombang tsunami, yaitu dinding teluk. “Kalau gelombang masuk kemudian sampai kepala teluk, terefleksi lagi gelombangnya, ketemu sama gelombang datang jadi semakin membesar,” ujar Hamzah.

Situasi itu bisa makin runyam saat disertai longsoran batuan sedimen di bawah laut. Kalau blok batuannya besar dan meluncur ke dasar, efek gelombang tsunami bisa membesar. Hamzah menduga tsunami yang menerjang Teluk Palu ikut dipengaruhi longsoran.

“Lokasi longsornya kita belum tahu, yang pasti di dalam teluknya. Kalau lihat rekaman video airnya kotor berarti dia ambrol di dalam teluk,” katanya.

Beberapa kasus tsunami yang menerjang teluk di Indonesia, kata Hamzah, seperti di Pulau Seram pada 1890-an sampai membuat kampungnya hilang. “Bukan disapu gelombang tapi longsor ke bawah tenggelam,” ujarnya. Sementara tsunami di daerah pesisir terbuka misalnya di Maumere pada 1992.

Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringata Dini Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Daryono juga mengakui, tsunami di daerah teluk lebih berbahaya daripada di kawasan pesisir terbuka.

Mengutip keterangan laman BMKG, gempa pembangkit tsunami biasanya memiliki ciri-ciri; lokasi sumber gempa terletak di laut, kedalaman pusat gempa relatif dangkal yaitu kurang dari 70 kilometer. Adapun gempanya bermagnitudo besar yaitu lebih dari 7,0. Selain itu, mekanisme penyesarannya adalah sesar naik (thrusting fault) dan sesar turun (normal fault).

“Kalau besaran gempanya kurang dari magnitudo lima, tidak cukup kuat membangkitkan tsunami,” kata Daryono.

Potensi tsunami di Indonesia, menurut catatan BMKG, terutama kepulauan yang berhadapan langsung dengan pertemuan lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Wilayahnya seperti bagian barat Pulau Sumatera, selatan Pulau Jawa, Nusa Tenggara, utara Papua, Sulawesi dan Maluku, serta bagian timur Pulau Kalimantan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini