Bisnis.com, JAKARTA--Di tengah tren kenaikan suku bunga, serta pengetatan likuiditas perbankan, bank dihadapkan pada dilema tergerusnya margin bunga bersih atau net interest margin (NIM). Untuk memaksimalkan profiltabilitas, bank kini dituntut untuk meningkatkan efisiensi.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan bahwa dampak kenaikan suku bunga sejauh ini belum terlalu signifikan terhadap laju pertumbuhan kredit perbankan. Sejauh ini, suku bunga telah meningkat sebesar 150 bps sepanjang tahun berjalan.
Dia berpendapat, kendala pertumbuhan kredit pada semester II/2018 bukan pada suku bunga dan pengetatan likuiditas, melainkan pada pertumbuhan kredit investasi yang terhambat proses perizinan. Dia memperkirakan, pertumbuhan kredit akan tidak akan melebihi 6% pada semester II/2018.
“Bila sampai dengan kuartal II/2018, investasi kita cukup melaju tinggi di atas 6%, pada kuartal III dan kuartal IV, saya memperkirakan akan turun hingga dibawah 6%. Hal ini akan menurunkan permintaan kredit, diperburuk juga oleh kondisi supply perbankan di mana likuiditas bank juga semakin ketat,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (12/10).
Dalam kondisi seperti ini, menurutnya bank mau tidak mau harus meningkatan efisiensinya untuk dapat memaksimalkan perolehan laba. Piter mengatakan bahwa penurunan margin bunga adalah pilihan rasional bagi bank, ketimbang berjudi dengan suku menaikkan bunga kredit yang akan mengkatrol rasio kredit bermasalah.
“Bank yang efisien adalah bank yang bisa bertahan dengan NIM yang kecil. Perbankan kita mengandalkan NIM yang lebar lebar untuk menutup rasio BOPO [Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional] yang begitu besar. Bank yang efisien bisa untung dengan NIM yang kecil karena BOPO-nya tidak besar,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel