KPK Geledah Kantor Lippo Karawaci Terkait Suap Meikarta

Bisnis.com,17 Okt 2018, 16:57 WIB
Penulis: Rahmad Fauzan
Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/10/2018)./ANTARA-Dhemas Reviyanto

Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah Kantor PT Lippo Karawaci Tbk yang berlokasi di Menara Matahari, Tangerang, Banten.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penggeledahan terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. 

"Tim KPK saat ini masih berada di lokasi," ujar Febri, Rabu (17/10/2018).

Belum diketahui dokumen apa saja yang disita dari penggeledahan tersebut.

Sampai saat ini proses penggeledahan masih berlangsung.

Diduga terdapat dokumen proyek yang dicari penyidik KPK di Kantor Lippo Karawaci itu.

Pada Senin (15/10/2018), KPK menetapkan Direktur Operasional Lippo Grup Billy Sindoro sebagai salah satu tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek Pembangunan Meikarta.

Selain Billy, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka penerima.

"Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji kepada Bupati Bekasi dan kawan-kawan terkait pengurusan perizinan proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi," ujar Wakil Pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif di KPK, Jakarta, Senin (15/10/2018).

KPK juga menetapkan tujuh orang lain sebagai tersangka, yaitu sebagai pihak pemberi:

Sementara itu, empat orang sebagai pihak penerima ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah:

Pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek Meikarta seluas total 774 hektar. Perizinan diduga dibagi ke dalam tiga fase, yakni fase pertama 84,6 ha; fase kedua 252,6 ha; dan fase ketiga 101,5 ha.

Berdasarkan dugaan KPK, pemberian dalam perkara ini sebagai bagian dari komitmen fee proyek pertama dan bukan pemberian pertama dari total komitmen Rp13 miliar melalui Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Pemadam Kebakaran, dan DPM-PTT.

"Diduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas pada April, Mei, dan Juni 2018," lanjut Laode.

Sementara itu, dari lokasi OTT, KPK mengamankan barang bukti berupa Uang SGD90 ribu dan uang dalam pecahan Rp100 ribu total Rp513 juta.

KPK juga sudah mengamankan tiga unit mobil, yakni Toyota Avanza, Toyota Innova, dan BMW.

Pihak yang diduga penerima  disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang­ Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal U huruf a atau Pasal U huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ancaman pidana untuk penerimaan suap atau gratifikasi sangat tinggi yaitu maksimal 20 tahun atau seumur hidup (Pasal 12 a, b atau Pasal 12 B).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini