Jokowi: Defisit BPJS Kesehatan Mestinya Rampung di Tingkat Kementerian

Bisnis.com,17 Okt 2018, 12:04 WIB
Penulis: Amanda Kusumawardhani
Warga antre mengurus kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (30/7/2018)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya

Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo terang-terangan menyatakan bahwa persoalan defisit BPJS Kesehatan seharusnya bisa diselesaikan di tingkat kementerian.

"Saya tahu problem kemarin urusan pembayaran rumah sakit. Saya ngerti. Sampai di meja saya sebulan atau lima pekan lalu. Ini urusan Direktur Utama (Dirut) BPJS [Kesehatan], enggak sampai ke Presiden," katanya dalam Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) di Jakarta, Rabu (17/10/2018).

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp10,98 triliun.

Untuk menambal defisit tersebut, pemerintah sudah melakukan penyuntikan dana hingga Rp4,9 triliun pada tahap pertama. Selanjutnya, suntikan dana akan didapat dari cukai rokok yang aturannya--berupa Peraturan Presiden (Perpres)--sudah diteken Jokowi pada Selasa, (18/9).

Menurut Jokowi, untuk mencegah persoalan tersebut terulang kembali, harus ada manajemen sistem untuk memberikan kepastian bagi rumah sakit.

"Ini adalah problem tiga tahun yang lalu. Kalau bangun sistemnya benar, gampang. Mestinya harus rampung di Menteri Kesehatan dan Dirut BPJS [Kesehatan]. Urusan ini kok sampai Pesiden, kebangetan," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Persi Kuntjoro Adi Purjanto mengemukakan industri rumah sakit memiliki persoalan besar yang harus segera diselesaikan yakni piutang kepada BPJS Kesehatan.

"Rumah sakit tidak boleh sakit seperti industri penerbangan. Di samping pilotnya harus kompeten dan profesional, avturnya tidak boleh macet. Masalah JKN [Jaminan Kesehatan Nasional ], mohon Bapak Presiden ini ada potensi piutang sampai akhir nanti," jelasnya.

Berdasarkan catatan Bisnis, pada Kamis (11/10), Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris sempat menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membahas regulasi optimalisasi peran pemerintah daerah (Pemda) agar dapat menanggulangi defisit. Dia mengaku sangat menantikan payung hukum untuk mengatasi masalah ini.

Dia menjelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 84/2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan Pasal 37 Ayat 5, ada tiga tindakan khusus pemerintah saat posisi keuangan BPJS Kesehatan sedang negatif. Tiga tindakan tersebut yaitu penyesuaian dana operasional, penyesuaian iuran, serta penyesuaian manfaat yang diberikan.

Fachmi berharap bisa memasukkan tindakan khusus keempat dalam regulasi tersebut yaitu mengoptimalkan peran Pemda. Dia berharap Jusuf Kalla atau JK akan segera memproses hal itu dan membicarakannya dengan Presiden Jokowi.

Selama ini, BPJS berkontrak dengan rumah sakit atau Puskesmas secara langsung. Dengan penambahan tindakan khusus keempat, BPJS diharapkan bisa berkontrak langsung dengan Pemda.

“Kemudian kita tahu bujet tahunannya berapa di situ, kemudian bagaimana mengatur tentang kualitas layanan, tentang menghitung jumlah klaim dan memastikan klaim itu sesuai dengan apa yang dikerjakan, dan lain-lain. Itu kemudian kita kerja samakan dengan Pemda,” tutur Fachmi.

Saat ini, BPJS Kesehatan memiliki proyek percontohan serupa di Tanah Datar, Payakumbu, Cilegon, dan Serang. Jika program tersebut berjalan maka akan menghasilkan insentif maupun disinsentif kepada daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini