Mengenal Gorga, Lukisan Jiwa Suku Batak

Bisnis.com,19 Okt 2018, 16:06 WIB
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Gorga, lukisan Suku Batak dari Sumatra Utara/JIBI/BISNIS-Gloria Fransisca Katharina Lawi

Bisnis.com, JAKARTA – Dalam tradisi Suku Batak dari  Sumatera Utara, ada ukiran bernama Gorga yang dipasang di rumah adat atau pun tugu yang melukiskan jiwa si pemilik rumah atau pemesan gorga.

Jesral Tambun, salah seorang pengukir gorga Batak dari Bona Pasogit Sumatra Utara, mempelajari seni ini secara otodidak.

Gorga sendiri terbagi atas dua yakni gorga dais atau seni lukis dan gorga lontik alias seni ukir.

Gorga lontik dapat ditemukan di beberapa bagian rumah Batak dan umumnya dipajang di bagian atas rumah, sementara gorga dais sering terlihat di tugu-tugu orang Batak.

 Oleh sebab itu bagi Jersal, gorga bukan sekadar seni lukis dan seni ukir biasa, melainkan lukisan jiwa, karena setiap lekukan motif gorga memiliki makna tersendiri.

“Saya mulai sejak 2008, mulai dengan melukis dulu motif gorga di atas kayu, yang saya pakai ini kayu mahoni, bisa juga gunakan yang lain,” kata Jesral kepada Bisnis di Nusa Gastronomy, Jumat (19/10/2018).

Tradisi Toba

Jersal yang mengaku pernah tinggal di rumah berukur 2x2 meter di Bukit Barisan ini menyebut ada banyak pengalaman hidup yang membawanya menjadi pengukir gorga.

Misalnya saja, saat itu ketika ibunya meninggal dunia, rumah Jersal kebakaran sehingga dia harus hidup di rumah yang kecil dan rentan kebanjiran ketika hujan deras.

Berbagai pengalaman hidup itulah yang mendorong Jersal ingin menjadi pengukir yang memelihara tradisi Batak Toba.

Mengukir gorga juga unik, harus diawali dari bagian bawah ke bagian atas. Filosofinya kata Jesral menandakan proses kehidupan yang diyakini oleh orang Batak adalah dari bawah ke atas.

Dengan demikian, orang Batak juga memiliki prinsip hidup selalu menghargai proses dan tidak memaksakan hidup harus selalu di atas dan sempurna.

Motif

Usai mengukir gorga, Jesral lalu memulai mengukir motif dengan pisau besi. Di sela-sela upaya mengukir, suka-dukanya membuat gorga sesuai karakter si pemesan.

Maklum saja, tidak semua orang dengan karakter baik dan tidak semua orang berkarakter buruk. Di tengah dilema itulah Jersal harus bisa bersikap bijaksana menunjukkan karakter si pemesan tanpa harus melebih-lebihkan.

“Kadangkala, ketika aku ditanya soal gorga, aku mengalihkan pembicaraan juga. Karena aku kan tidak ada hak menjelekkan orang. Seperti juga psikolog kan orang cerita masalahnya, kita tidak bisa menceritakan masalah dia ke orang lain,” tutur Jesral.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini