Produsen Batu Bara Berstatus PKP2B Generasi I Belum Ajukan Perubahan Status Menjadi IUPK

Bisnis.com,21 Okt 2018, 19:26 WIB
Penulis: Anitana Widya Puspa
Aktivitas bongkar muat batu bara di salah satu tempat penampungan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (3/10/2018)./ANTARA-Irwansyah Putra

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut bahwa belum ada perusahaan pertambangan generasi pertama yang memegang kontrak Pemegang Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)  mengajukan perubahan status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Direktur Jendral Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa setidaknya ada 7—8 perusahaan yang masuk dalam generasi pertama. Namun, lanjut dia, masing-maisng perusahaan memiliki akhir masa kontrak yang berbeda-beda.

Perusahaan generasi I ini, sebutnya, masing-masing akan habis kontraknya pada kisaran 2022, 2025 dan 2026. Pengajuan perpanjangan operasi paling cepat dilakukan 5 tahun sebelum kontrak habis.

“Perpanjangan kan disesuaikan dengan habis kontraknya, ada Adaro, Berau. Nanti mereka masing-masing ajukan. Sekarang belum ada yang mengajukan, jadi enggak langsung dicabut [izinnya] sekarang,” ungkapnya akhir pekan lalu.

Menurutnya, persyaratan bagi perusahaan yang mengajukan IUPK sama seperti PT Freeport Indonesia sebelumnya, yakni memenuhi kewajiban keuangan, kewajiban lingkungan selesai, juga pembangunan smelter.

Pemerintah menerbitkan revisi PP No. 1/2017, yang merupakan revisi dari PP No.1 Tahun 2014. Peraturan itu menyebutkan bahwa perubahan jangka waktu perpanjangan izin untuk perusahaan tambang pemegang IUP atau IUPK. Perpanjangan izin bisa dilakukan paling cepat 5 tahun sebelum izin tersebut berakhir.

Selain itu, pemerintah juga menganjurkan perusahaan tambang pemegang kontrak karya (KK) untuk mengubah izinnya menjadi IUPK dengan beberapa persyaratan. Adapun syaratnya adalah, dalam lima tahun harus membangun pabrik pemurnian atau dikenal dengan istilah smelter. Pemerintah, juga akan memonitor tahapan-tahapan pembangunan smelter yang dilakukan oleh perusahaan tambang.

Terkait fasilitas smelter itu, Bambang mengatakan telah menegur dan memperingatkan sejumlah perusahaan yang tergolong lambat dalam membangun smelter namun belum sampai langkah pencabutan izin.

“PT Amman juga kami tegur kemarin karena laporannya terlambat. Smelter itu dievaluasi progresnya smelter, ditegur, diperingatkan tapi belum dicabut,” ungkapnya.

Hal itu memang harus dilakukan untuk menegakkan hilirisasi dan mendapatkan nilai tambah. Untuk ekspor tambang mentah atau konsentrat ini, pemerintah akan mengenakan tarif Bea Keluar (BK). Sebelumnya tarif BK mencapai 5%. Untuk aturan baru ini, Kementerian ESDM mengusulkan tarif maksimal 10%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Sepudin Zuhri
Terkini