Penyerapan Alat Listrik Lokal di Proyek Infrastruktur Minim

Bisnis.com,24 Okt 2018, 21:25 WIB
Penulis: Anggara Pernando
Teknisi mengoperasikan mesin turbin di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok, Dago, Bandung, Jawa Barat, Jumat (19/10/2018). PLTA yang dikelola oleh PT Indonesia Power itu masih beroperasi mengalirkan listrik untuk warga Bandung dan sekitarnya./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia meminta pemerintah menegakkan aturan yang mendorong proyek-proyek infrastruktur menggunakan peralatan yang telah diproduksi di dalam negeri.

Karnadi Kuistono, Ketua Umum Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia, menuturkan terjadi pergeseran pola konsumsi alat-alat listrik di proyek-proyek infrastruktur dalam 4 tahun terakhir.

Para pelaksana proyek tidak lagi memenuhi kebutuhan peralatan listriknya dari produsen dalam negeri, tetapi lebih menggunakan peralatan impor. 

“Yang jalan hanya pada proyek PLN [menggunakan peralatan lokal], tetapi penugasan PLN kecil. Kalau IPP [Independent Power Producer], proyek bandara, hingga pelabuhan itu tidak jalan,” kata Karnadi, Rabu (24/10).

Menurut Karnadi, peralatan listrik mencakup 10% dari biaya infrastruktur. Akibat kondisi yang tidak berpihak ini, produsen alat listrik tidak lagi dapat memperoleh pertumbuhan bisnis yang ideal.

“Seharusnya kami bisa tumbuh 15%. Ini pernah terjadi sebelum proyek 35.000 megawatt dilaksanakan. Sekarang hanya sekitar 5%. Pasalnya, mereka [kontraktor proyek infrastruktur] mengutamakan penggunaan barang impor,” katanya.

Karnadi menuturkan, saat ini sebagian besar produsen alat  listrik di Indonesia telah mampu memproduksi beragam komponen panel yang dibutuhkan. Baik alat listrik sederhana seperti kontak lampu hingga transformator 500 kv.

“Sekarang kalau industri nasional tidak bergerak, ekonomi tidak akan berputar. Ini akan menyulitkan semua,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Maftuh Ihsan
Terkini