Korupsi DPRD Kalteng Bukti Mekanisme Izin Kelapa Sawit Belum Berjalan Baik

Bisnis.com,27 Okt 2018, 18:53 WIB
Penulis: Rahmad Fauzan
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif/Antara-Hafidz Mubarak

Bisnis.com, JAKARTA -- Kasus suap terhadap anggota DPRD Kalteng dinilai sebagai poin pertama dari mekanisme izin usaha kelapa sawit di Indonesia yang belum berjalan dengan baik.

Seperti diketahui sejumlah anggota DPRD Kalimantan Tengah tertangkap Operasi Tangkap Tangan KPK.

Mereka diduga terkait kasus penerimaan hadiah atau janji terkait dengan tugas dan fungsi pengawasan DPRD dalam bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan lingkungan hidup di Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2018.

Wakil Pimpinan KPK Laode M. Syarif mengatakan, pada tahun 2016 KPK membuat kajian tentang Tata Laksana Mekanisme Pengurusan Izin perkebunan kelapa sawit. Izin tersebut meliputi izin-izin lokasi, izin lingkungan, izin usaha perkebunan (IUP), SK Pelepasan Kawasan Hutan dan Hak Guna Usaha (HGU).

"Kasus ini merupakan poin pertama temuan masih belum berjalan baik," ujarnya di KPK, Sabtu (27/10/2018).

Terkait dengan kajian tersebut, KPK memiliki empat temuan, meliputi:

  1. Sistem pengendalian perizinan usaha perkebunan tidak akuntabel untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha
  2. Tidak efektifnya pengendalian pungutan ekspor komoditas kelapa sawit
  3. Tidak optimalnya pungutan pajak sektor kelapa sawit oleh Direktorat Jenderal Pajak

Terkait perkara suap terhadap anggota DPRD Kalteng, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu:

Pihak yang diduga sebagai penerima;

Pihak yang diduga sebagai pemberi:

"Setelah melakukan pemeriksaan selama 24 jam pertama dan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh Ketua dan Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah secara bersama-sama terkait dengan tugas dan fungsi DPRD," jelas Laode.

KPK mengamankan 13 orang, mereka berasal dari pihak DPRD Kalimantan Tengah maupun pihak swasta dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta, Jumat (26/10/2018).

Sebagai pihak yang diduga menerima, Borak Milton, Punding LH Bangkan, Arisavanah, dan Edy Rosada disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang­ Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, pihak yang diduga pemberi, yakni Edy Saputra Suradja, Willy Agung Adipradhana, dan Teguh Dudy Syamsuri Zaldy disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimara telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun juncto Pasal 55 ayat1 ke-1 KUHPidana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini