Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan telah berkomitmen penuh untuk menangani evakuasi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di sekitar perairan Tanjung Karawang-Jawa Barat, Senin (29/10/2018).
Informasi terakhir dari Corporate Communication Strategic of Lion Air Danang Mandala Prihantoro mengatakan, jumlah penumpang Lion Air JT-610 sebanyak 178 penumpang dewasa, satu anak-anak dan dua penumpang bayi.
Para korban tentu akan mendapatkan santunan dan klaim asuransi. PT Jasa Raharja (Persero) mengestimasi jumlah klaim yang dibayarkan pada kecelakaan Pesawat Lion Air JT-610 Tangerang - Pangkal Pinang sebesar Rp8,9 miliar.
Direktur Utama Jasa Raharja Budi Rahardjo menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa tersebut. Dia memastikan seluruh penumpang pesawat terjamin perlindungan Jasa Raharja. Pembayaran klaim akan diserahkan kepada ahli waris yang sah dalam tempo secepatnya, selama data yang dibutuhkan sudah tersedia.
"Bahwa berdasarkan UU No 33 dan PMK No. 15 tahun 2017, bagi korban meninggal dunia, maka Jasa Raharja siap menyerahkan hak santunan sebesar Rp50 juta dan dalam hal korban luka luka, Jasa Raharja akan menjamin Biaya Perawatan Rumah Sakit dengan biaya perawatan maksimum Rp25 juta", kata Budi dalam rilis yang diterima Bisnis.com, Senin (29/10/2018).
Namun, nilai klaim asuransi bagi korban pesawat memiliki aturan tersendiri. Di tataran praktik internasional, nilai santunan dan asuransi itu diatur dalam Konvensi Montreal.
Dalam artikel 21 Konvensi Montreal, maskapai penerbangan harus memberikan kompensasi kepada penumpang atau keluarga penumpang sebesar 100.000 special drawing rights (SDR) untuk korban, baik cedera maupun meninggal.
SDR merupakan satuan mata uang yang biasa digunakan oleh International Monetary Fund (IMF). di situs resmi IMF, nilai 1 SDR sama dengan sekitar US$1,5 atau tepatnya US$1,47 per Oktober 2018.
Berdasarkan kurs BI hari ini, Senin (29/10), US$1 = Rp15.218. Maka jika mengacu ke Konvensi Montreal, nilai santunan bisa mencapai lebih dari Rp2,2 miliar per korban.
Nah di Indonesia, ada kebijakan tersendiri juga meski tetap menghormati Konvensi Montreal.
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan pada 8 Agustus 2011 mengeluarkan Permenhub No.PM 77/Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, yang diteken Menteri Freddy Numberi.
Aturan kompensasi angkutan udara tersebut juga telah disesuaikan dengan beleid lainnya seperti UU No.2/1992 tentang Perasuransian, UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan tentu saja UU No.1/2009 tentang Penerbangan.
Nah, berdasarkan Permenhub No.77 itu, korban jiwa karena kecelakaan pesawat mendapatkan santunan Rp1,25 miliar.
Kewajiban santunan itu pun telah diterapkan dan dibayarkan kala terjadi musibah pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak, Bogor pada 9 Mei 2012, yang menewaskan 45 jiwa.
Selain itu, santunan besar juga diberikan kepada ahli waris dari 162 penumpang pesawat AirAsia QZ8501 yang mengalami musibah di Laut Jawa pada 28 Desember 2014.
Angka Rp1,25 miliar itu mungkin lebih kecil dari pada SDR100.000 (Rp2,2 miliar) tetapi setidaknya kompensasi tersebut diharapkan mampu mengurangi beban finansial keluarga yang ditinggalkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel