LAPORAN ADB: Outlook Asean Tidak Berubah, Meskipun Risiko Downside Intensif

Bisnis.com,12 Des 2018, 20:40 WIB
Penulis: Dwi Nicken Tari
ADB memprediksi pertumbuhan negara-negara Asean pada tahun ini tetap seperti perkiraan sebelumnya, sebesar 5,2%./ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) menilai laju pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara dapat dipertahankan sejak rilis laporan ADO pada September walaupun risiko penurunan (downside) kian intensif.

ADB mencatat, pertumbuhan negara-negara Asean pada tahun ini diperkirakan tetap seperti perkiraan sebelumnya, sebesar 5,2%. 

Namun, untuk perkiraan tahun depan, ADB merevisi turun perkiraan pertumbuhannya sebesar 0,1% menjadi 5,1%.

“Permintaan domestik yang kuat terus menjadi pendorong pertumbuhan di subkawasan [Asia Tenggara],” tulis ADB.

ADB memaparkan, pengeluaran infrastruktur di sejumlah negara seperti Brunei Darussalam, Indonesia, Filipina, Thailand tercatat masih kuat, Begitu pula konsumsi juga tetap tinggi kendati harga-harga makanan dan transportasi telah meningkat di beberapa negara.

Kendati demikian, permintaan global yang bergerak moderat diperkirakan ADB bakal membebani prospek pertumbuhan untuk negara-negara yang ekonominya bergantung dengan kinerja ekspor, seperti Malaysia dan Thailand, pada tahun ini dan tahun depan.

“Sektor manufaktur di Malaysia dan Thailand telah melemah karena berkurangnya permintaan dari mitra dagang, tapi tetap. berekspansi di Kamboja dan Vietnam,” tulis ADB.

Dari sisi produksi, Myanmar dan Thailand telah diuntungkan dari meningkatnya hasil produksi agrikultur. Namun demikian, negara-negara yang terkena bencana alam dan cuaca buruk seperti Indonesia, Laos, dan Filipina tidak berhasil mendapatkan keuntungan yang serupa.

Sementara dari sisi inflasi, ADB merevisi turun perkiraan kenaikan harga untuk negara berkembang Asia menjadi 2,6% dari perkiraan ADO September sebesar 2,8% pada 2018 dan 2,7% pada tahun depan dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,8%.

“Harga komoditas telah berada dalam tren penurunan (downtrend) sejak rilis laporan ini. Bank Sentral juga terus mengimplementasikan kebijakan yang dapat mengendalikan volatilitas harga dan nilai tukar akibat menguatnya dolar AS,” tulis ADB.

Selain itu, ADB mencatat alasan lain untuk pelemahan inflasi juga berasal dari dampak cuaca buruk dan bencana alam, perlambatan permintaan global, dan meningkatnya tensi dagang antara AS dan China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Gita Arwana Cakti
Terkini