Pemerintah Diminta Perketat Pengawasan Iklan Properti

Bisnis.com,18 Des 2018, 13:59 WIB
Penulis: Yanita Petriella
Deretan gedung perkantoran dilihat dari kawasan Gajah Mada, Jakarta, Kamis (25/10/2018)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan didesak membuat aturan tentang pengawasan iklan produk seiring dengan naiknya jumlah pengaduan masyarakat untuk sektor perumahan dan apartemen.

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman mengatakan, iklan properti kerap kali mengiming-imingi konsumen agar mau membeli unit rumah atau apartemen yang mereka jual.

“Dalam aturan kan, kalau mengiklankan produk rumah atau apartemen, 20% bangunan harus sudah dibangun. Namun, ini belum dibangun sudah dipasarkan,” ujarnya, Senin (17/12/2018).

Mengutip data BPKN, jumlah laporan dari konsumen sepanjang 2018 mencapai 403 aduan, naik 73,4% secara tahunan. Keluhan terbanyak adalah seputar isu perumahan, yang mencapai 86%—88% dari total aduan yang masuk sepanjang tahun ini.

Selain perumahan, aduan yang diterima BPKN a.l. masalah pembiayaan konsumen 2,2%, jasa pendidikan 1,75%, perbankan 1,25%, transportasi 1,25%, dan jasa asuransi 1,25%.

Menurutnya, konsumen jasa perumahan dianggap sangat rentan dirugikan karena sejumlah faktor seperti iklan yang menyesatkan, pemahaman konsumen atas kontrak yang tidak memadai, cara pembayaran kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit pemilikan apartemen (KTA), status tanah yang tidak jelas, dan perjanjian dokumen yang menjadi jaminan kredit.

“Untuk itu, pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan menteri perdagangan tentang pengawasan iklan, pengawasan cara menjual, dan acuan untuk menyusun peraturan bersama tentang keamanan transaksi termasuk transaksi daring khusus KPR dan KPA,” ucap Ardiansyah.

Wakil Ketua BPKN Rolas Sitinjak menambahkan, banyaknya jumlah aduan masyarakat untuk sektor perumahan disebabkan karena kebanyakan rumah yang dijual sertifikatnya masih dijaminkan di bank.

“Betapa konyolnya perbankan zaman sekarang ini mau membiayai rumah bodong. Kenapa rumah bodong? Biayanya di KPR-in, tapi tidak memegang sertifikatnya,” katanya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi tak memungkiri sektor perumahan dan apartemen adalah yang paling banyak diadukan oleh konsumen Tanah Air.

“Memang banyak masalah yang terjadi di sektor perumahan dan apartemen. Ini yang harus diselesaikan dengan cara duduk bersama antara kementerian dan lembaga—dalam hal ini OJK—untuk benar-benar mengawasi perbankan dan pengembang,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wike Dita Herlinda
Terkini