Nuri Ningsih Hidayati (26), perempuan asal Sleman, Yogyakarta terus berkarya dalam seni batik pewarna alam dengan mengusung merk dagang Marenggo Natural Dyes Batik sejak 2015. Ia mengawali usaha batik dari penelitian mengenai desain-desain batik yang dilakukan sejak kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI).
Nuri mendapatkan bahan-bahan pewarna alami seperti daun, batang kayu, dan kulit buah,dari sekitar tempat tinggalnya di Karongan, Berbah, Sleman. Warna-warna yang dihasilkan menggunakan pewarna alami, sehingga menjadikan warna batiknya agak bladus atau tidak terlalu terang seperti halnya pewarna kimia.
Warna bladus pada kain batik menjadi keunggulan tersendiri karena membedakan kain batik pewarna alami dengan kain pewarna kimia. Menurut Nuri, kain batik miliknya lebih eksklusif karena selain berbeda pada warna kain pada umumnya, ia juga menggunakan motif modern yang variatif. Produk Nuri menggunakan unsur motif Jepang seperti bunga sakur yang dipadukan dengan motif tradisional khas Yogyakarta, seperti parang dan kawung.
Nuri termotivasi untuk turut membantu mengurangi pencemaran lingkungan dari usaha batik dengan pewarna alam. Namun, ia juga mengakui bahwa penggunaan pewarna alam pada kain batik cenderung sulit. Beberapa tantangan yang harus dihadapi adalah waktu yang lebih lama untuk proses pewarnaan dibanding pewarna sintetis, hasil yang warna yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya karena unsur hara dasar pewarnaan, dan diperlukannya kesabaran untuk meneliti bahan-bahan alam yang dapat digunakan sebagai material dasar pewarna.
Kesabaran Nuri berbuah manis, karena selain memiliki galeri sendiri di rumahnya, sekarang ia juga merambah pasar di luar kota dengan memberlakukan sistem konsinyasi dengan sebuah galeri di Mall Lippo Kemang, Jakarta. Harapan Nuri ke depannya adalah usahanya dapat merambah pasar yang lebih luas dengan memiliki galeri dengan tempat edukasi khusus untuk membatik menggunakan warna alam untuk masyarakat sekitar.
Demi melestarikan batik di Yogyakarta, Nuri juga menjadi fasilitator yang menginspirasi pembatik muda. Wanita ini pun turut mengedukasi masyarakat sekitar rumahnya untuk belajar membatik sehingga pembatik yang bekerja bersamanya kebanyakan berasal dari masyarakat sekitar. Pemuda sekitar pun turut diajak untuk melestarikan tanaman-tanaman yang menjadi bahan dasar pewarna alam seperti bunga morenggo, indigo, dan tanaman kesumba keling.
“Menjadi kepuasan tersendiri melihat ibu-ibu sekitar rumah dari yang awalnya tidak bisa membatik, dengan proses dan waktu yang panjang akhirnya bisa membatik. Beberapa bahkan sudah bisa mengajarkan membatik kepada orang lain,” ujarnya.
Nuri Ningsih Hidayati (26), perempuan asal Sleman, Yogyakarta terus berkarya dalam seni batik pewarna alam dengan mengusung merk dagang Marenggo Natural Dyes Batik sejak 2015. Ia mengawali usaha batik dari penelitian mengenai desain-desain batik yang dilakukan sejak kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI).
Nuri mendapatkan bahan-bahan pewarna alami seperti daun, batang kayu, dan kulit buah,dari sekitar tempat tinggalnya di Karongan, Berbah, Sleman. Warna-warna yang dihasilkan menggunakan pewarna alami, sehingga menjadikan warna batiknya agak bladus atau tidak terlalu terang seperti halnya pewarna kimia.
Warna bladus pada kain batik menjadi keunggulan tersendiri karena membedakan kain batik pewarna alami dengan kain pewarna kimia. Menurut Nuri, kain batik miliknya lebih eksklusif karena selain berbeda pada warna kain pada umumnya, ia juga menggunakan motif modern yang variatif. Produk Nuri menggunakan unsur motif Jepang seperti bunga sakur yang dipadukan dengan motif tradisional khas Yogyakarta, seperti parang dan kawung.
Nuri termotivasi untuk turut membantu mengurangi pencemaran lingkungan dari usaha batik dengan pewarna alam. Namun, ia juga mengakui bahwa penggunaan pewarna alam pada kain batik cenderung sulit.
Beberapa tantangan yang harus dihadapi adalah waktu yang lebih lama untuk proses pewarnaan dibanding pewarna sintetis, hasil yang warna yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya karena unsur hara dasar pewarnaan, dan diperlukannya kesabaran untuk meneliti bahan-bahan alam yang dapat digunakan sebagai material dasar pewarna.
Kesabaran Nuri berbuah manis, karena selain memiliki galeri sendiri di rumahnya, sekarang ia juga merambah pasar di luar kota dengan memberlakukan sistem konsinyasi dengan sebuah galeri di Mall Lippo Kemang, Jakarta. Harapan Nuri ke depannya adalah usahanya dapat merambah pasar yang lebih luas dengan memiliki galeri dengan tempat edukasi khusus untuk membatik menggunakan warna alam untuk masyarakat sekitar.
Demi melestarikan batik di Yogyakarta, Nuri juga menjadi fasilitator yang menginspirasi pembatik muda. Wanita ini pun turut mengedukasi masyarakat sekitar rumahnya untuk belajar membatik sehingga pembatik yang bekerja bersamanya kebanyakan berasal dari masyarakat sekitar. Pemuda sekitar pun turut diajak untuk melestarikan tanaman-tanaman yang menjadi bahan dasar pewarna alam seperti bunga morenggo, indigo, dan tanaman kesumba keling.
“Menjadi kepuasan tersendiri melihat ibu-ibu sekitar rumah dari yang awalnya tidak bisa membatik, dengan proses dan waktu yang panjang akhirnya bisa membatik. Beberapa bahkan sudah bisa mengajarkan membatik kepada orang lain,” ujarnya.
Belajar Kelola Usaha dari Citi Microentrepreneurship Awards
Nuri mengikuti ajang penghargaan pengusaha mikro dan lembaga keuangan mikro Citi Microentrepreneurship Awards 2017-2018 yang diinisiasi oleh Citi Indonesia atau lebih dikenal dengan Citibank Indonesia, dengan mendaftar dalam kategori usaha Arts and Creative. Setelah melalui seleksi dari 807 pelamar, kemudian diseleksi menjadi 50 besar pengusaha, dan menjadi 20 besar pengusaha. Ia pun mendapatkan kesempatan untuk mengikuti boot camp dan seleksi pemenang oleh panel juri di Jakarta dengan didampingi oleh perwakilan dari Bank Perkreditan Rakyat Nusumma Jogja, Sleman.
Hasilnya memuaskan karena ia menyabet 2 penghargaan sekaligus dengan meraih penghargaan kategori Arts and Creative dan Microentrepreneur of the Year Citi Microentrepreneurship Awards 2017-2018.
Atas prestasinya Nuri mendapatkan hadiah berupa uang tunai, laptop, smartphone, serta pelatihan dan pendampingan secara intensif di lokasi usahanya. Pengusaha wanita ini mengaku mendapatkan pelajaran yang berharga dalam pelatihan dan pendampingan yang didapatkannya, salah satunya ia memahami detail peta arah usaha Marenggo.
Ia berharap dengan mengetahui arah usahanya, ia akan membuat pondasi usaha yang kuat, demi menjadikan usahanya menjadi besar dan menginspirasi.
Saat ini Citi Indonesia (Citibank N.A., Indonesia) bersama dengan Mercy Corps Indonesia telah membuka pendaftaran untuk Citi Microentrepreneurship Awards 2018-2019. Pendaftaran dibuka hingga 31 Desember 2018. Para pengusaha bisa segera melakukan pendaftaran secara online melalui www.cmaindonesia.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel