Lagi-lagi, Kuroda Suarakan Pesimisme Tercapainya Inflasi Jepang

Bisnis.com,26 Des 2018, 17:30 WIB
Penulis: Dwi Nicken Tari
Haruhiko Kuroda/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA—Gubernur Bank Sentral Jepang (BOJ) Haruhiko Kuroda menyampaikan bahwa dia akan mencari cara untuk mengerek inflasi ‘secara bertahap’.

Hal itu pun memberikan pesimisme bahwa Negeri Sakura dapat menggapai target inflasi sebesar 2% dalam waktu dekat.

Kuroda mengakui, diperlukan waktu yang lebih lama dari perkiraan untuk mencapai target inflasi karena risiko yang  datang dari global, seperti perlambatan ekonomi China dan friksi dagang yang merusak sentimen bisnis, telah memecahkan fokus bank sentral.

“BOJ akan melangkah secara bertahap untuk mencapai target inflasi, sementara tetap mempertimbangkan keseimbangan manfaat pelonggaran moneter dan kerugian yang ditimbulkannya,” kata Kuroda dalam Annual Meeting of Business Lobby Keidanren, seperti dikutip Reuters, Rabu (26/12/2018).

Dia memaparkan bahwa BOJ harus dan akan tetap berhati-hati dengan efek samping yang dapat ditimbulkan oleh pelonggaran moneter yang terlalu lama.

Adapun, suku bunga di dekat nol persen dapat merugikan laba institusi keuangan dan mengurangi keyakinan perbankan untuk meningkatkan pinjaman.

Sejauh ini Kuroda telah berulang kali mengatakan bahwa BOJ akan berusaha mencapai target inflasi “secepatnya”.

Namun, perubahan komunikasi dari Kuroda tersebut telah mengurangi keyakinan investor mengenai ketercapaian target tersebut. 

Ditambah lagi risiko perlambatan ekonomi global juga membuat bank sentral ragu-ragu terkait pertumbuhan ekspor. Adapun Jepang merupakan negara yang bertopang dengan kinerja ekspor, yang mana kenaikan ekspor dapat membantu kenaikan harga (inflasi).

Sementara itu, ketidakpastian dari kebijakan Presiden AS Donald Trump juga membawa awan kelam bagi prospek ekonomi Jepang. Hal itu pun telah membuat rata-rata indeks Nikkei anjlok ke level terndahnya selama 20 bulan dan bahkan memasuki kawasan bearish pada Selasa (25/12/2018).

Dolar AS juga terpeleset ke level rendahnya selama 4 bulan terhadap yen. Hal itu memicu peringatan verbal dari para pembuat kebijakan Jepang yang khawatir penguatan mata uangnya dapat merusak kinerja ekspor.

BOJ pun terjebak di tengah itu semua. Dengan inflasi yang jauh dari targetnya, bank sentral pun terpaksa harus menahan kebijakan stimulus longgarnya ketika efek samping mulai terlihat.

Hal itu pun membuat para pembuat kebijakan kekurangan amunisi ketika terjadi resesi lain nantinya.

Adapun dilema tersebut telah membuat kerusuhan di tubuh BOJ. Risalah rapat kebijakan BOJ pada Oktober pun menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan tampak tidak sevisi saat merundingkan bahaya dari pelonggaran moneter.

Lebih lanjut, Kuroda menyampaikan bahwa saat sekarang ini telah jatuh berbeda ketika BOJ pertama kali memperkenalkan program pembelian aset secara besar-besaran pada 2013, yaitu ketika aksi tersebut menarik Jepang keluar dari stagnasi.

Kini, menurut Kuroda, ekonomi telah membaik walaupun inflasi masih lemah dan perhatian masih diperlukan untuk menghadapi risiko dari luar.

“Dalam waktu-waktu rumit seperti sekarang ini, dibutuhkan kelanjutan dari pelonggaran, yang manfaat dan kerugiannya harus diseimbangkan,” ujar Kuroda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Gita Arwana Cakti
Terkini