TSUNAMI SELAT SUNDA: Begini Proyeksi Maipark atas Potensi Eksposur Wilayah yang Terdampak

Bisnis.com,27 Des 2018, 12:38 WIB
Penulis: Azizah Nur Alfi
Pengelola berdiri di atas bekas bangunan penginapan yang luluh lantah akibat diterjang tsunami, di kawasan Pantai Carita, Pandeglang, Banten, Selasa (25/12/2018)./ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Bisnis.com, JAKARTA - PT Reasuransi Maipark Indonesia melakukan identifikasi eksposur risiko tsunami yang menghantam pesisir Barat Banten dan Selatan Lampung pada 22 Desember 2018.

Direktur Utama PT Reasuransi Maipark Indonesia Ahmad Fauzie Darwis menyatakan, berdasarkan database Maipark, total eksposur asuransi nasional yang berlokasi di provinsi Banten dan Lampung sebesar Rp307 triliun yang terdiri dari 17.843 risiko. 

Dari total eksposur tersebut, sedikitnya ada sekitar 191 risiko senilai Rp15,9 triliun yang berlokasi di bibir pantai. Risiko yang berada di daerah pantai inilah yang kemungkinan terdampak tsunami pada 22 Desember 2018.

"Maipark telah menginformasikan kepada perusahaan asuransi umum untuk melaporkan klaim bila terjadi kerusakan atas risiko-risiko yang diasuransikan karena kejadian tsunami tersebut," katanya dikutip dari siaran pers oleh  Bisnis.com, pada Kamis (27/12/2018).

Dia menjelaskan, berdasarkan SE OJK No.6/SEOJK.05/2017, asuransi gempa bumi adalah asuransi yang menjamin kerugian atau kerusakan harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung disebabkan oleh bahaya gempa bumi, letusan gunung berapi, kebakaran dan ledakan yang mengikuti terjadinya gempa bumi dan atau letusan gunung berapi, dan tsunami.

Pada zona asuransi gempabumi Indonesia terbaru yang diberlakukan sejak Januari tahun 2017, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran masuk zona gempabumi IV, sedangkan Tenggamus masuk ke zona gempabumi tertinggi yaitu Zona V (lima).

Dalam siaran pers tersebut dijelaskan, tsunami yang menghantam pesisir Barat Banten dan Selatan Lampung pada 22 Desember 2018 tidak hanya merusak banyak bangunan dan infrastruktur saja, tetapi juga merenggut ratusan korban jiwa.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya telah memberikan peringatan dini gelombang tinggi yang berlaku 22 Desember 2018 pukul 07.00 hingga 25 Desember pukul 07.00 di wilayah perairan Selat Sunda. Pada pukul 09.00 - 11.00 pada hari dan tanggal yang sama terjadi hujan lebat dan angin kencang di perairan Anyer berdasarkan laporan tim lapangan BMKG.
BMKG berkoordinasi dengan Badan Geologi melaporkan bahwa pada pukul 21.03 kembali terjadi erupsi di Gunung Anak Krakatau yang mengakibatkan rusaknya stasiun seismometer di sekitar lokasi, tetapi Stasiun Sertung masih merekam adanya getaran tremor yang berlangsung terus menerus walaupun belum ada lonjakan frekuensi kejadian yang mencurigakan.
Berdasarkan rekaman seismik dan laporan masyarakat, peristiwa ini tidak disebabkan oleh aktivitas gempabumi tektonik, namun sensor Cigeulis (CGJI) mencatat adanya aktivitas seismik dengan durasi kurang lebih 24 detik dengan frekuensi 8-16 Hz pada pukul 21.03.24 WIB.

Aktivitas seismik dengan frekuensi 8-16 Hz yang terekam pada sensor bukanlah tipikal rekaman yang berasal dari gempa tektonik, tapi lebih cenderung mengindikasikan runtuhan atau longsor.
Perbandingan data Interferometric Synthetic Aperture Radar (INSAR) sebelum dan sesudah kejadian menunjukkan perubahan topografi yang signifikan seluas 64 hektar pada tubuh Gunung Anak Krakatau. Kedua data ini menjadi petunjuk bahwa longsoran akibat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau menjadi penyebab tsunami ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggi Oktarinda
Terkini