Bisnis.com, JAKARTA - Pakar ekonomi Universitas Indonesia Teguh Dartanto memprediksi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) pada 2019 mencapai Rp21,9 triliun, didorong oleh banyaknya peserta yang menunggak dan pertumbuhan biaya penyakit kritis.
Dia menerangkan berdasarkan data The Lancet, sebuah jurnal medis mingguan yang didirikan pada tahun1823, diperkirakan penyakit tidak menular akan meningkat 20% tahun depan seiring dengan populasi yang semakin menua.
Diabetes dan stroke diperkirakan akan menyumbangkan beban pengeluaran terbesar sistem kesehatan seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2020 hingga US$5,8 miliar.
“Ada beberapa hal angka kesakitan (Rawat Inap) dan rujukun semakin meningkat, penyakit NCD (tidak menular) meningkat, biaya penyakit jantung dan stroke semakin mahal,” kata Teguh.
Disamping itu, sambunya, banyak peserta mandiri yang mendaftar ketika sakit dan jumlah peserta yang tidak rutin membayar iuran serta premi iuran yang terlalu rendah, sehingga semakin memperburuk keadaan.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh The Lancet pada 2016-2018 terhadap pencapaian, kesenjangan dan kesempatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan BPJS Kesehatan ditemukan 56,4 juta jiwa masyarakat Indonesia belum tergabung dengan BPJS Kesehatan, dengan alasan ketersediaan layanan dan kurangnya pemahaman tentang BPJS Kesehatan. Adapun yang telah terdaftar pada jenjang waktu tersebut baru 203 juta jiwa.
Kemudian 50% dari 56,4 juta jiwa yang belum tergabung dengan BPJS merupakan usia milenial, yang memiliki perkerjaan informal. Lebih lanjut dari total 83 juta pendudukan Indonesia yang berusia 20-39 tahun, baru 53,6% atau 44 juta jiwa yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, sedangkan sisanya sebesar 46,4% atau 39 juta jiwa belum tersentuh.
Guna mengatasi defisit tersebut, Teguh menyarankan dilakukan penyesuaian tarif baik untuk peserta informal dan peserta formal dengan cap paling atas Rp8 juta.
Kemudian dia mendorong agar BPJS Kesehatan mengejar sekitar 50 juta orang yang belum bergabung dengan BPJS.
“Perbaikan Governance di BPJS Kesehatan lewat pengawasan fraud dan pengendalian biaya, pelibatan pemerintah daerah untuk ikut menanggung beban juga menjadi solusi menekan defisit,” kata Teguh.
Adapun cara terakhir yang disarankan Teguh denga menurunkan angka kesakitan lewat tindakan preventif dan promotif seperti yang diutarakan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel