Inflasi Jepang Melambat pada Desember, Penurunan Harga Minyak Mentah Jadi Pemicu

Bisnis.com,18 Jan 2019, 11:54 WIB
Penulis: Aprianto Cahyo Nugroho
Seorang wanita di toko Uniqlo Fast Retailing di Tokyo, Jepang (24/1/2017)./.Reuters-Kim Kyung-Hoon

Bisnis.com, JAKARTA – Indikator inflasi utama Jepang kembali melambat pada bulan Desember 2018, menjauhi target sebesar 2% yang ditetapkan Bank of Japan.

Berdasarkan data badan Statistik Jepang, Indeks Harga Konsumen (IHK) inti Jepang, yang tidak termasuk makanan segar, meningkat 0,7% pada Desember dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Angka ini lebih rendah dari IHK di bulan sebelumnya yang mencapai 0,9%, dan lebih lemah dari estimasi sejumlah analis yang memperkirakan IHK pada level 0,8%.

Dilansir Bloomberg, melemahnya dukungan dari harga energi menyusul penurunan harga minyak membuat BOJ hanya memiliki sedikit ruang mendukung klaimnya bahwa momentum inflasi telah dipertahankan.

Perlambatan inflasi karena penurunan harga minyak mentah kemungkinan akan mendorong BOJ untuk memotong perkiraan inflasi pada pertemuan kebijakan pekan depan.

Sepanjang tahun 2018, harga minyak Brent telah melemah sekitar 19%, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate melemah hingga 24% tahun lalu.

Semakin banyak ekonom berpikir bahwa BOJ tidak akan mengubah stimulus tahun ini, bahkan ketika efek samping terhadap ekonomi meningkat. Inflasi yang lebih lambat dapat merangsang konsumsi karena rumah tangga di Jepang selalu waspada terhadap kenaikan harga.

Sementara itu, pemerintah waspada terhadap apa pun yang dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga menjelang kenaikan pajak penjualan yang dijadwalkan pada Oktober.

Sejumlah ekonom, termasuk mantan kepala ekonom BOJ Hideo Hayakawa, menunjukkan risiko inflasi inti turun di bawah nol persen tahun ini.

"Potensi penurunan biaya, termasuk biaya telekomunikasi dan pendidikan anak, yang didorong oleh kebijakan Perdana Menteri Shinzo Abe, berarti inflasi inti dapat menghadapi tekanan yang lebih kuat menjelang akhir tahun ini," kata Yuki Masujima, ekonom Bloomberg Economics.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini