Malaysia Sukses Pangkas Jumlah Bank, Kenapa Indonesia Tidak Bisa?

Bisnis.com,21 Jan 2019, 16:50 WIB
Penulis: Muhammad Khadafi & Ipak Ayu H.N
Nasabah melakukan transaksi perbankan di galeri Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di salah satu pusat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat, Senin (3/9/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Pascakrisis moneter 20 tahun, negara-negara berkembang sepakat mengurangi jumlah bank. Satu negara tetangga, Malaysia terbilang sukses melakukan konsolidasi dengan menyisakan beberapa bank besar.

Berdasarkan data Bank Negara Malaysia, saat ini negara tersebut hanya memiliki 26 bank. Kontras dengan Indonesia yang mempunyai lebih dari 100 bank. Padahal, regulator merilis Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada 2006. Peta jalan untuk mendorong konsolidasi perbankan. Namun, kebijakan itu tak berdampak signifikan.

Saat API diluncurkan, jumlah bank mencapai 130 perusahaan. Namun, setelah 12 tahun berlalu, jumlah bank hanya bekurang 15 perusahaan. Jadi, menyisakan 115 bank, jauh dari target 35—50 bank.

Menurut ekonom Universitas Indonesia Rofikoh Rokhim, regulator perlu turun tangan untuk mempercepat konsolidasi bank bermodal inti kurang dari Rp5 triliun. Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia perlu menelurkan aturan ketat soal permodalan perbankan.

“Jika bank kecil enggan melakukan konsolidasi, maka lama kelamaan bisa tergerus dengan sendirinya,” katanya kepada Bisnis, Kamis (17/1/2019).

Rofikoh yang juga menjabat sebagai Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menjelaskan bahwa kondisi perbankan di Tanah Air tergolong unik.

Beberapa bank memiliki karakteristik dan sifat yang serupa, sehingga akan berdampak signifikan apabila bermasalah. Penggabungan bank atau merger akan meminimalisir risiko sistemik yang dapat ditimbulkan.

Kendati diamini oleh banyak orang, tetapi bukan perkara mudah untuk mendorong bank kecil melakukan konsolidasi satu dengan yang lain. Setiap bank merasa telah memiliki pasar tertentu, meskipun memiliki skala ekonomi yang terbatas.

Senada dengan Rofikoh, ekonom PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Winang Budoyo mengatakan bahwa penambahan modal bank kecil adalah hal mutlak. Tanpa penambahan modal bank umum kelompok usaha (BUKU) I dan II akan kesulitan mencari amunisi untuk bersaing.

“Sulit untuk menyebut jumlah ideal bank kecil, tapi logikanya lebih sedikit tetapi kuat, dibandingkan dengan banyak tapi modalnya kecil-kecil,” katanya.

Seperti diketahui bisnis utama bank adalah menjalankan fungsi intermediasi. Dalam hal itu, menurut Winang, modal merupakan komponen utama bagi bank untuk meningkatkan daya saing. Belum lagi, dalam beberapa tahun ke depan perbankan membutuhkan belanja modal untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selalu mendorong bank kecil berkonsolidasi. Otoritas berharap bank besar dapat membuka ruang untuk membantu proses itu.

Menurut Winang, bank besar juga akan mendapatkan keuntungan. “Dengan jumlah bank yang lebih sedikit dan perbedaan modal yang tidak terlalu besar, ini baik untuk industri perbankan,” ujarnya.

Namun, lagi-lagi resistensi paling besar datang dari para pemiliki bank kecil. “Mereka potensi kehilangan kepemilikan mayoritas,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hendri Tri Widi Asworo
Terkini