Pengeboran AS Melambat, Minyak Mentah Menetap di Kisaran Level Tertinggi Dua Bulan

Bisnis.com,22 Jan 2019, 06:40 WIB
Penulis: Aprianto Cahyo Nugroho
Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah Amerika Serikat menetap pada kisaran level tertinggi dua bulan di tengah turunnya aktivitas pengeboran AS, sementara pembicaraan perdagangan AS dan China yang sedang berlangsung meninggalkan prospek permintaan yang tidak pasti.

Minyak mentah West Texas Intermediate untuk kontrak Februari menguat 0,2% ke level US$53,90 per barel pada pukul pada 12.59 di New York Mercantile Exchange, ketika perdagangan dihentikan. Pasar AS ditutup untuk liburan Martin Luther King, dan kontrak hanya akan diselesaikan pada hari Selasa.

Sementara itu, minyak Brent untuk kontrak Maret ditutup menguat 0,04 poin atau 0,06% ke level US$62,74 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London, setelah naik US$1,52 pada hari Jumat.

Dilansir Bloomberg, jumlah rig pengeboran minyak di AS turun sebanyak 21 ke 852 rig, level terendah sejak Mei dan penurunan terbesar sejak 2016, menurut data Baker Hughes.

Meskipun mengalami penurunan, data Energy Information Administration pekan lalu menunjukkan pengebor AS memompa 11,9 juta barel per hari. Output di AS menuju ekspansi sebesar 1,1 juta barel per hari tahun ini dan dapat melebihi level maksimum Arab Saudi dalam enam bulan ke depan.

“Penurunan (aktivitas pengeboran) diperkirakan tidak akan secara signifikan memperlambat pertumbuhan produksi minyak mentah AS," ungkap analis di konsultan JBC Energy GmbH dalam sebuah laporan, seperti dikutip Bloomberg.

"Volatilitas harga yang terlihat pada akhir tahun lalu tentu saja membuat produsen ragu untuk mengambil kegiatan pengeboran," kata Warren Patterson, analis komoditas senior di ING Bank NV.

Sementara itu, China dan AS hanya membuat sedikit kemajuan dalam pembicaraan tentang kekayaan intelektual, titik utama dalam perundingan kesepakatan untuk mengakhiri perang tarif.

Minyak memulai awal terbaiknya sejak 2001 di tahun ini, setelah merosot hampir 40% kuartal terakhir tahun 2018 di tengah kekhawatiran pasokan pasokan global dan penurunan konsumsi.

Untuk mengatasi kekhawatiran itu, OPEC dan mitranya telah mulai memotong produksi untuk menyeimbangkan pasar, sementara International Energy Agency memperkirakan permintaan yang relatif kuat tahun ini. Namun, kekhawatiran tetap ada setelah ekonomi China berkembang dengan laju paling lambat sejak 1990.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini