Bisnis.com, JAKARTA – Realisasi kinerja industri penjamin di Indonesia pada akhir 2018 mengalami penurunan tajam, menyusul penyesuaian pencatatan imbal jasa penjaminan sesuai dengan SE OJK No. S-129/2017.
Jika menilik data yang dipublikasikan otoritas, penurunan terjadi sejak Agustus 2018 ketika penyesuai pencatatan mulai dilakukan. Direktur Bisnis Penjaminan Perum Jamkrindo Amin Mas'udi mengatakan penurunan kinerja di industri bukan disebabkan oleh penyusutan bisnis, tetapi karena perubahan pencatatan imbal jasa penjaminan (IJP).
“Pencatatan imbal jasa penjaminan pada 2018 disesuaikan berdasarkan Surat Edaran OJK Nomor S-129/D.05/2017 tanggal 29 Agustus 2017 perihal pencatatan imbal jasa penjaminan. Berdasarkan regulasi itu, pencatatan imbal jasa penjaminan untuk KUR menjadi accrual bulanan,” kata Amin kepada Bisnis, Kamis (24/1).
Amin mencontohkan, jika nilai imbal jasa penjamian yang diterima perseroan sebelumnya dihitung untuk sepanjang 1 tahun, mulai Agustus 2018 berubah menjadi bulanan.
“Kalau perusahaan mendapat IJP bulan Agustus, kami tidak bisa menghitung langsung 1 tahun, misalnya langsung Rp120 juta, tetapi dihitung Rp120:12x 1atau sama dengan Rp10 juta IJP untuk perseroan Agustus,” ucap Amin.
Dia menambahkan, penurunan nilai imbal jasa tidak ada kaitannya dengan bisnis inti perusahaan. Meskipun IJP mengalami penurunan pada 2018 dibandingkan dengan 2017, akan tetapi volume penjaminan dan jumlah kreditur yang dicapai oleh perseroan selama 2018 tumbuh signifikan.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, nilai imbal jasa penjaminan (IJP) bruto industri per Desember 2018 mencapai Rp1,74 triliun, susut 18,76% dari Rp2,14 triliun pada akhir Desember 2917.
Sementara itu, klaim bruto yang dibayarkan bertumbuh 19,28% dari Rp1,06 triliun per Desember 2017 menjadi Rp1,26 triliun pada Desember 2018. Dampaknya, laba bersih industri terkekan dalam sebesar 48,37% dari Rp769 miliar pada Desember 2017 menjadi Rp397 miliar pada Desember 2018.
Amin menerangkan, volume penjaminan Jamkrindo pada 2017 mencapai Rp134 triliun. Angka ini tumbuh 14,17% menjadi Rp153 triliun pada 2018.
“Pada 2018, jumlah debitur yang kami jamin ada 7,2 juta, sedangkan pada 2017 sebesar 5,06 juta, naik 2,14 juta atau 42,29% secara tahunan. Artinya tidak mungkin jika volume penjaminan naik tetapi IJP turun,” kata Amin.
Lebih lanjut, tutur Amin, penurunan IJP berdampak pada pencatatan laba (rugi) sebelum pajak industri penjaminan.
Namun demikian, Amin mengaku tetap mendukung peraturan yang telah ditetapkan oleh OJK. Menurut dia, metode perhitungan saat ini secara akutansi lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Amin juga mengutarakan, perhitungan IJP akan kembali normal pada Januari 2019. Pada awal tahun ini lanjutnya, perhitungan pencatatan memasuki bulan baru, sehingga penurunan signifikan seperti pada tahun lalu tidak akan berulang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel