Moody's: Prospek Global Suram, Bank Sentral Utama Perlambat Laju Pengetatan Moneter

Bisnis.com,28 Jan 2019, 11:10 WIB
Penulis: Renat Sofie Andriani
Moody Investors Service/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Prospek yang lebih suram tentang ekonomi global menggerus ekspektasi pengetatan kebijakan moneter oleh bank-bank sentral utama dunia.

Menurut sejumlah analis di Moody's Investors Service, bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve kemungkinan akan menaikkan suku bunga sebanyak dua kali tahun ini paling banyak, alih-alih tiga atau empat kali seperti yang diperkirakan sebelumnya.

Adapun Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) akan menunda peningkatan fasilitas deposito dan suku bunga refinancing hingga 2020, alih-alih paruh kedua 2019.

“Dengan laju ekspansi ekonomi melambat di seluruh negara maju dan keseimbangan risiko mengarah cenderung ke bawah, bank-bank sentral negara G-3 - Federal Reserve AS, Bank Sentral Eropa, dan Bank of Japan - semuanya mengisyaratkan pendekatan wait and see,” tulis analis Moody, seperti dilansir Bloomberg.

Pandangan lembaga pemeringkatan tersebut sebagian diubah karena penekanan yang disampaikan The Fed baru-baru ini untuk menjadi "sabar" dan "hati-hati" terkait langkahnya melancarkan kebijakan moneter.

Sejumlah isu ketidakpastian yang berdampak di antaranya adalah pembicaraan perdagangan AS-China, perlambatan ekonomi China, dan pergeseran sentimen pasar.

Penutupan sebagian layanan pemerintah (government shutdown) AS yang berkepanjangan, dan baru berakhir untuk sementara, pun telah meninggalkan beban besar pada data ekonomi AS.

Di Eropa, para analis merujuk pada data pertumbuhan yang suram, terutama angka yang lebih buruk dari perkiraan di Jerman dan Prancis serta tanda-tanda ekspansi yang sudah lesu di Italia. Sementara itu, inflasi inti tetap jauh di bawah kisaran target ECB, menurut catatan Moody's.

“Adapun di Jepang, prospek inflasi Bank of Japan menjadi lebih buruk, ini artinya kemungkinan tidak akan ada pengetatan kebijakan moneter pada tahun ini atau pada 2020,” lanjut Moody's.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini