Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan surat berharga pemerintah dinilai bukan satu-satunya penyebab ketatnya likuiditas perbankan. Beberapa faktor lain diduga memberikan dampak yang lebih besar terhadap ketatnya likuiditas perbankan pada tahun ini.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Anton Hermanto Gunawan mengatakan, semestinya total nilai dana yang beralih ke instrumen obligasi ritel negara tidak mengganggu likuiditas perbankan. Dibandingkan dengan dana pihak ketiga (DPK) perbankan, nilai obligasi negara yang diterbitkan tidak signifikan.
“Netnya berapa banyak sih? dugaan saya sih cuma belasan triliun. Kalau kita hitung belasan triliun, dari whole of the whole DPK. Ada sekitar Rp5.500 triliun, katakan lah Rp20 triliun deh netnya setiap tahun, berapa persen? hanya 0,004% kan,” katanya kepada Bisnis, Rabu (30/1/2018).
Menurutnya, ada beberapa faktor lain yang mungkin memberikan dampak lebih besar terhadap lambatnya pertumbuhan DPK. Salah satunya adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk bantuan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Menurutnya, besar kemungkinan dana yang disalurkan pemerintah dalam bantuan tersebut tidak kembali masuk ke dalam sistem keuangan dan perbankan. Hal ini, lanjutnya, disinyalir menjadi salah satu faktor melambatnya pertumbuhan DPK.
“Di dalamnya bisa saja sebagian bisa ada dana desa dan sebagainya. Itu semakin lama semakin besar, mungkin ada Rp80 triliun—Rp100 triliun. Kalau dia mengeluarkan program itu kepada masyarakan kelompok bawah, dan masyarakat di bawah kebanyakan belum terlibat di sektor keuangan, uangnya akan mutar di situ saja, tidak akan masuk ke sektor keuangan,” jelasnya.
Selain itu, dia menilai faktor tahun politik juga mungkin memberi dampak tersendiri terhadap perlambatan DPK. Menurutnya, kebutuhan uang tunai pada kegiatan politik cukup besar, hal ini kemungkinan membuat sebagian dana perbankan untuk sementara waktu akan keluar dari sistem.
“Kalau ini election related, harusnya setelah election dia balik lagi. Kalau beli barang di penyalur distirbutor harusnya balik lagi, itu salah satu test case-nya. Cuma yang belum tahu, berapa besar ini jumlahnya,” katanya.
Anton menyatakan, semestinya obligasi pemerintah konvensionallah yang menjadi tantangan dalam penghimpunan dana perbankan. Sebab, regulasi yang ada mengatur institusi seperti dana pensiun, asuransi, haru berinvestasi pada instrumen tersebut.
“Jadi, masih hipotesis, belum semua selesai, ini yang dibilang crowding out the market ini, jadi bersaing dengan conventional bonds, tidak retail bonds,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel