Data Ekonomi Jadi 'Angin Segar' Bagi Pasar Saham & Obligasi

Bisnis.com,06 Feb 2019, 20:00 WIB
Penulis: Hadijah Alaydrus
Karyawan beraktivitas di dekat papan penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Senin (4/2/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Data makroekonomi 2018 yang dirilis BPS menjadi efek positif bagi pasar saham dan pasar surat utang di dalam negeri.

Ekonom PT Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro menilai efeknya akan lebih cepat merambat ke pasar saham yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap data konsumsi dan investasi dalam negeri.

"Pada kuartal empat tahun lalu, sektor transportasi dan telekomunikasi [subsektor konsumsi dalam komponen pengeluaran di PDB] mencetak pertumbuhan tertinggi sebesar 6,14% pada kuartal IV/2018 dibandingkan 5,40%," ujar Satria, Rabu (6/2/2019). Sementara itu, sektor properti, bank dan kesehatan menunjukkan prospek cerah ke depannya.

Berdasarkan data Indeks Tendensi Bisnis (ITB)--indeks yang mengukur optimisme pelaku usaha terhadap ekonomi -- ketiga sektor tersebut mencetak skor tertinggi di atas 115.

Di sisi lain, Satria melihat penurunan Indeks Pembelian Manajer (Purchasing Managers' Index/PMI) yang turun dari 51,2 pada Desember ke 49,9 pads Januari 2019 dipicu oleh pelemahan kinerja manufaktur dalam negeri akibat hambatan ekspor seiring dengan meningkatnya peningkatan proteksionisme global.

Pada kuartal 1/2019, contohnya, optimisme bisnis (ITB) industri yang berorientasi domestik masih cukup tinggi pada level 108.49, dibandingkan industri yang berorientasi pada permintaan luar negeri sebesar 99.04.

Sementara itu, Satria melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebenarnya memiliki peluang untuk tumbuh 6% pada tahun ini. Andai faktor eksternal tidak menahan pertumbuhan dalam negeri.

Kendati demikian, dia menekankan pertumbuhan ekonomi 5,17% di tengah kondisi ketidakpastian global serta kekhawatiran perlambatan ekonomi merupakan pencapaian yang luar biasa.

"Fakta pertumbuhan PDB Indonesia yang konsisten tumbuh di kisaran 5% -- selama delapan kali dalam 10 tahun terakhir-- harusnya membuat banyaj investor berpaling," ujar Satria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini