Maria Ressa Akhirnya Dibebaskan

Bisnis.com,14 Feb 2019, 14:02 WIB
Penulis: John Andhi Oktaveri
Pemimpin redaksi Rapller, Maria Ressa dibebaskan dengan jaminan pada hari ini, Kamis (14/2/2019), sehari setelah ditahan atas tuduhan fitnah digital oleh aparat hukum Filipina./Reuters .

Bisnis.com, JAKARTA - Pemimpin redaksi Rapller, Maria Ressa dibebaskan dengan jaminan pada hari ini, Kamis (14/2/2019), sehari setelah ditahan atas tuduhan fitnah digital oleh aparat hukum Filipina .

"Dengan ini, Anda diperintahkan mengeluarkan dari tahanan Anda, Maria Angelita Ressa," demikian surat perintah pengadilan kepada penyelidik, sebagaimana dikutip CNN.com, Kamis (14/2/2019).

Ressa pun terlihat keluar dari pengadilan Manila setelah melewati satu malam di pusat penahanan Biro Investigasi Nasional.

"Ada dua hal di sini, yaitu penyalahgunaan kuasa dan membuat hukum menjadi senjata. Yang kita lihat adalah kematian demokrasi kita," ujar Ressa saat melenggang keluar tahanan.

 Ressa masuk daftar orang-orang berpengaruh pada 2018 versi majalah Time dan diadili karena Rappler dituding tidak membayar pajak saham pada 2015. 

 Ressa ditangkap di kantornya di Manila dengan tuduhan fitnah digital, perkara baru yang disangkakan kepadanya setelah dugaan penggelapan pajak. Sebelumnya, Ressa menyebut penahanannya ini bagai parodi peradilan.

"Kasus ini konyol dan fakta bahwa mereka merilis surat penangkapan adalah sebuah parodi peradilan," ucap Ressa.

Aparat menyatakan kasus ini bermula dari berita di Rappler yang ditulis mantan jurnalis mereka, Reynaldo Santos, Jr., tujuh tahun lalu. Saat itu, Santos mengulas soal dugaan hubungan antara seorang pengusaha dan hakim Filipina yang disinyalir melanggar hukum.

 

Pada 2017, sang pengusaha mengajukan keberatan atas berita itu, tapi ditolak oleh penyelidik. Namun, kasus itu ternyata diserahkan kepada kejaksaan Filipina. 

Penahanan Ressa ini langsung menuai kecaman dari berbagai pihak, mulai dari aliansi jurnalis internasional hingga kelompok pegiat hak asasi manusia, Amnesty International.

Menurut Amnesty, sangat aneh melihat penahanan Ressa dilakukan dengan cekatan di negara yang proses peradilannya terkenal lamban.

 
"[Kasus itu] jelas bermotif politik," menurut pernyataan Amnesty International.

Selama ini, Rappler dikenal kerap menyuarakan kritik terhadap pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, terutama terkait kampanye anti-narkoba yang sudah menelan banyak korban tanpa proses peradilan jelas. Kali ini bukan kali pertama Ressa menjadi sasaran pemerintah Filipina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini