Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Group Surveilans dan Stabilitas Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto mengatakan bahwa pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK perbankan yang melambat disebabkan oleh dua faktor utama.
Pertama, tingginya dana yang masuk ke dalam sistem perbankan masuk ke Bank Indonesia (BI) sepanjang tahun lalu sebagai dampak dari strategi operasi moneter untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Operasi moneter yang menyerap rupiah berlangsung hingga Oktober 2018, ketika nilai tukar mulai stabil.
“Rupiah kan tertekan sampai Oktober atau akhir September, apa yang dilakukan BI? Mereka jual dolar AS sehingga rupiah yang semestinya masuk ke bank menjadi kembali lagi ke BI,” jelasnya kepada Bisnis.
Kedua, tingginya penyaluran kredit investasi pada tahun lalu. Menurutnya, kredit tersebut memiliki karakteristik perputaran yang lamban. Alhasil, dana yang sudah digelontorkan untuk jenis kredit tersebut belum kembali ke dalam sistem perbankan.
Dia mengatakan, likuiditas perbankan diperkirakan akan lebih longgar pada tahun ini. Arah kebijakan moneter BI juga tidak akan seketat tahun lalu dengan pertimbangan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang melambat.
Sampai dengan November 2018, dana pihak ketiga (DPK) perbankan mencapai Rp5.573,38 triliun, tumbuh 7,19% secara tahunan. Pada periode yang sama, penyaluran kredit mencapai Rp5.160,15 triliun, tumbuh 12,05% secara tahunan.
Secara tahun berjalan, pertumbuhan DPK tampak lebih mengkhawatirkan. Sepanjang Januari—November 2018, DPK hanya tumbuh 5,37%, atau bertambah sekitar Rp284,01 triliun. Di sisi lain, kredit tumbuh 9,09% secara tahunan, bertambah Rp430,83 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel