LIPI Tawarkan Teknologi Biofortifikasi Atasi Stunting

Bisnis.com,19 Feb 2019, 23:20 WIB
Penulis: Fatkhul Maskur
Agus Haryono, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). /LIPI

Bisnis.com, JAKARTA - LIPI menawarkan salah satu intervensi berupa teknologi biofortifikasi untuk mengatasi masalah stunting di Indonesia yang masih cukup akut.

Agus Haryono, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengatakan bahwa pemerintah sedang berupaya keras untuk mengatasi masalah stunting. Jumlah balita penderita stunting (tubuh kerdil, gangguan pertumbuhan) di Indonesia masih cukup tinggi.

"Salah satu intervensi yang ditawarkan oleh LIPI adalah teknologi biofortifikasi," ujar Agus dalam keterangan pers yang diterima Bisnis, Selasa (19/2/2019).

Dalam paparannya di Workshop Nasional Fortifikasi Pangan yang diselenggarakan Bappenas di Jakarta, Selasa (19/2/2019), Agus menjelaskan berbagai teknologi biofortifikasi yang dikembangkan oleh para peneliti di LIPI.

Teknologi biofortifikasi merupakan upaya intervensi untuk meningkatkan konsentrasi zat gizi mikro pada bahan pangan, sejak dari pembudidayaan tanaman.

Menurut Agus, LIPI telah mengembangkan teknologi biofortifikasi pada tanaman padi, singkong, jagung, jamur dan umbi-umbian. Melalui proses pemuliaan tanaman dan intervensi agronomi, tanaman tersebut dapat mengandung unsur zat gizi mikro seperti zat besi, zinc, asam folat, beta karoten (vitamin A), selenium dan betaglukan.

Agus juga memperlihatkan kemajuan riset fortifikasi pangan menggunakan fortifikan alami yang sudah diteliti di LIPI. Dengan berbagai upaya ini diharapkan hasiol riset biofortifikasi pangan dan produk turunannya dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah stunting.

Beberapa peserta workshop berharap LIPI bisa menjadi institusi yang memimpin konsorsium riset biofortifikasi di Indonesia. Bagi Agus, tantangan berikutnya adalah, bagaimana membuat produk biofortifikasi yang murah dan terjangkau bagi kaum menengah ke bawah. Karena justru di kelompok inilah angka prevalensi stunting terlihat tinggi.

Menurutnya, masalah stunting masih tinggi meski Indonesia berhasil menurunkan angka prevalensi stunting menjadi 30,8% pada 2018. WHO menyarankan agar prevalensi stunting harus di bawah 20%.

Prevalensi stunting pada anak-anak ini umumnya disebabkan oleh kekurangan zat gizi. Terutama zat gizi mikro, seperti zat besi, zinc, vitamin A, beta karoten, beta glukan, iodium, selenium dan asam folat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fatkhul Maskur
Terkini