BNI Salurkan Kredit Infrastruktur Rp110,6 Triliun pada 2018

Bisnis.com,19 Feb 2019, 19:31 WIB
Penulis: Ilman A. Sudarwan
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Bank Negara Indonesia Tbk, di Jakarta, Kamis (3/1/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Negara Indonesia (BNI)  menyalurkan kredit untuk proyek infrastruktur pemerintah sepanjang 2018 mencapai Rp110,6 triliun.

Direktur Manajemen Risiko BNI, Bob Tyasika Ananta mengatakan sepanjang tahun lalu total kredit infrastruktur BNI mencapai 23% dari total kredit perseroan. Mayoritas kredit tersebut diberikan untuk proyek konstruksi dan jalan tol.

Namun demikian, menurutnya penyaluran kredit infrastruktur oleh BNI dan bank pelat merah lainnya masih belum mencukupi kebutuhan pembiayaan infrastruktur di Indonesia. Pasalnya, total nilai pembiayaan yang dibutuhkan mencapai seitar Rp5.500 triliun.

“Peran dari bank BUMN ada di situ, kalau ditambah di situ mungkin di atas 60%, saya yakin itu. Mandiri memang yang paling tinggi, BNI Rp110,6 triliun. Tapi, tentunya kalau kita bandingkan kebutuhan infrastruktur yang Rp5.500 triliun, ini masih jauh dari kebutuhan pembiayaan infrastruktur tersebut,” jelasnya di Jakarta, Selasa (19/2/2019).

Dia menjelaskan dalam menyalurkan kredit infrastruktur perseroan memiliki strategi tersendiri untuk mengelola risiko kredit. Perseroan tetap memilih proyek-proyek yang dinilai aman atau feasible dan bankable.

Pertama, untuk tidak melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) perseroan lebih banyak memberikan kredit infrastruktur dalam skema sindikasi. BNI juga mengupayakan recycle atau daur ulang kredit melalui pasar modal.

Selain itu, perseroan lebih banyak memilih proyek yang dijamin pemerintah. Dia menjelaskan, kredit yang dijamin oleh permintahj dikecualikan dari perhitungan BMPK.

Kedua, BNI mempertimbangan riisko proyek berdasarkan beberapa rasio keuangan seperti internal rate of return (IRR). Perseroan mematok proyek yang akan dibiayai minimal memiliki IRR pada level 13%.

Selain itu, perseroan menentukan batas maksimum tenor atau payback period sampai dengan 15 tahun. Bob menuturkan, saat ini rata-rata paybank period proyek-proyek BNI yang dibiayai mencapai 10 tahun. Perseroan juga mensyaratkan debitur harus memiliki debt service coveage (DSB) ratio sebesar 100%.

BNI juga mengharuskan pembebasan lahan minimal mencapai 75% untuk mendapatkan pendanaan. Dia menambahkan, untuk proyek jalan tol yang dibangun setelah 2016, harus dijamin oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).

Ketiga, BNI mengharuskan adanya letter of understanding dari pemegang saham untuk melakukan top up, termasuk dalam hal terjadi cash deficiency dan/atau cost over run. Selain itu, proyek tersebut harus ditutup asuransi selama masa konstruksi.

Keempat, BNI juga mempertimbangkan mismatch atau ketidakcocokan tenor pembiayaan dan pendanaan. Perseroan mengandalkan sumber dana jangka panjang seperti pinjaman bilateral ataupun surat berharga untuk mengatasi hal itu.

Di sisi lain, BNI mengandalkan pula simpanan stabil atau tabungan, giro, dan deposito yang mengendap. Dia menjelaskan 85% dana pihak ketiga (DPK) BNI termasuk dalam kategori dana yang bersifat mengendap.

Dia menjelaskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya bisa memenuhi 40% dari total pendanaan pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) hanya dapat menutupi 19% kebutuhan pemerintah.

Bob menyampaikan kondisi tersebut membuat peranan pembiayaan dari perbankan, baik BUMN maupun swasta masih diperlukan untuk membantu memenuhi kebutuhan pembangunan proyek infrastruktur.

“Harus ada sinergi antara BUMN, dan peran swasta terus kami gali, tapi kalau swasta biasanya hitungannya lebih rigid. Tapi memang masih ada kendala tadi seperti relaksasi pemegang kepentingan dan lain-lain,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini