Ekspor Freeport Masih Tertunda

Bisnis.com,22 Feb 2019, 18:45 WIB
Penulis: Lucky Leonard
Tambang PT Freeport Indonesia di Papua./Bloomberg-Dadang Tri

Bisnis.com, JAKARTA -- Jelang akhir pekan ini, PT Freeport Indonesia (PTFI) masih belum mengantongi rekomendasi Surat Persetujuan Ekspor (SPE) baru untuk konsentrat tembaga.
 
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saifulhak mengatakan permohonan rekomendasi SPE PTFI masih dievaluasi. Dengan demikian, perusahan yang beroperasi di Papua tersebut masih belum bisa melakukan ekspor sejak SPE-nya habis pada 15 Februari 2019.
 
"Masih proses evaluasi dan kelengkapan dokumen. Yang penting, sejak 15 Februari tidak melakukan ekspor sampai nanti terbit SPE baru," tuturnya kepada Bisnis, Jumat (22/2/2019).
 
Meskipun kuota yang diminta masih belum terungkap, rekomendasi SPE dipastikan turun drastis dibandingkan dengan kuota sebelumnya yang mencapai 1,25 juta ton. Pasalnya, produksi konsentrat tembaga PTFI akan anjlok mulai tahun ini seiring dengan transisi metode penambangan dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah.
 
PTFI akan mengutamakan kebutuhan dalam negeri, sehingga porsi ekspornya bakal dikurangi.
 
"Produksinya lebih banyak untuk kebutuhan dalam negeri, yaitu untuk pemenuhan kebutuhan PT Smelting di Gresik dan sisanya baru diekspor," terang Yunus.
 
Pada tahun ini, produksi konsentrat tembaga PTFI diperkirakan hanya sekitar 1,2 juta ton, jauh dari realisasi tahun lalu yang sebanyak 2,1 juta ton. Sebanyak 1 juta ton akan dipasok ke Smelting, sehingga tersisa sekitar 200.000 ton untuk diekspor.
 
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, ada 11 persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan rekomendasi SPE mineral yang belum dimurnikan, termasuk konsentrat tembaga. Setelah itu, pemegang rekomendasi baru bisa mendapatkan izin ekspor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
 
Setidaknya ada dua syarat utama. Pertama, perusahaan pemohon rekomendasi harus berstatus Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus (IUPK). Kedua, perusahaan yang bersangkutan harus membangun smelter di dalam negeri.
 
Untuk smelter, kemajuan fisik pembangunan smelter yang harus dicapai perusahaan minimal 90% dari target per periode evaluasi yakni enam bulan. Jika tidak tercapai, maka rekomendasinya akan dicabut.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini