Peringkat Membuktikan, Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Jadi Tantangan Indonesia

Bisnis.com,25 Feb 2019, 09:02 WIB
Penulis: Yanuarius Viodeogo
Seorang petugas Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) Kementerian Hukum dan HAM menempelkan poster kampanye anti pemalsuan atau Be Safe with Genuine di salah satu Pusat Perbelanjaan di Jakarta, Kamis (20/6). /Antara

Kabar24.com, JAKARTA — Pemerintah diminta memperkuat perlindungan hak cipta  dan memerangi pelanggaran hak cipta merek agar hak kekayaan intelektual Indonesia lebih baik di atas negara-negara Asia dan Asia Tenggara lainnya. 

Dari laporan tahunan dari The U.S Chamber of Global Innovation Policy Center (GIPC), lembaga kamar dagang Amerika Serikat edisi ketujuh, menunjukkan Indeks Kekayaan Intelektual (KI) atau Intellectual Property Index (IP Index) Indonesia berada di peringkat ke-45 dari 50 negara yang di survei GIPC.

Padahal, pada edisi keenam IP Index, Indonesia berada di peringkat ke-43 dari 50 negara juga yang diterbitkan GIPC. 

Di tingkat Asia, Indonesia hanya mengungguli Pakistan dari survei GIPC. Jepang berada di peringkat 8, disusul Singapura (10), Korea Selatan (13), Taiwan (20), Malaysia (24), China (25), Uni Emirat Arab (32), Brunei Darusallam (34), Arab Saudi (35), India (36), Filipina (37), Thailand (42), Vietnam (43), Indonesia (45) dan Pakistan (47).

The U.S. Chamber of GIPC atau Pusat Kebijakan Inovasi Global AS bekerja di seluruh penjuru dunia untuk memperjuangkan inovasi dan kreativitas melalui standar Kekayaan Intelektual yang menciptakan pekerjaan, menyelamatkan hidup, memajukan ekonomi global dan kemakmuran budaya, serta menghasilkan solusi bagi tantangan global.

GIPC membuat sebuah pedoman atau cetak biru untuk para pembuat kebijakan di berbagai negara seperti Indonesia, yaitu negara yang menginginkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, serta mengembangkan inovasi dan kreativitas. 

Senior Vice President International GIPC Patrick Kilbride mengatakan, Indonesia menunjukkan kelemahan IP yang menyebabkan posisi Indonesia lima terbawah dalam laporan GIPC. 

"Beberapa kelemahan yaitu, adanya hambatan signifikan dalam perizinan dan komersialisasi aset IP, termasuk transfer teknologi. Kelemahan lain, standar paten biofarmasi Indonesia di luar standar internasional," kata Patrick kepada Bisnis, Senin (25/2/2019). 

Selain itu, menurutnya, GIPC melihat Indonesia memiliki kelemahan sejarah penggunaan lisensi yang diperdagangkan dan bahkan tingkat pembajakan yang masih tinggi membuat iklim lingkungan hak cipta Indonesia belum rendah.  

Oleh karena itu, kata Patrick, Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah untuk mengatasi kelemahan tersebut dengan menghilangkan hambatan-hambatan pelaku usaha lokal untuk mendapatkan lisensi dari produk yang diciptakannya. 

Dalam hal pembajakan hak cipta, paparnya, pembajakan yang masih marak di Indonesia disebabkan karena Indonesia masih terperangkap pengapatan kelas menegah yang membuat basis informasi hak kekayaan intelektual minim.  

"Negara-negara Asean [dalam pembajakan] memiliki upaya-upaya yang kuat untuk memerangi pelanggaran hak cipta merek dagang dan negaranya melindungi pemegang hak cipta yang diperdagangkan," ujar dia.  

Kendati memiliki peringkat yang turun dibandingkan edisi sebelumnya, Direktur Eksekutif Wilayah Asia Tenggara GIPC, John Goyer menyambut positif kebijakan-kebijakan Pemerintah Indonesia terkait IP. 

Langkah-langkah Indonesia dalam memperhatikan KI, menurutnya, patut diapresiasi. Misalnya, lanjut dia, Indonesia menjalin kerja sama dengan Jepang untuk memperkuat proteksi KI melalui Patent Prosecution Highways (PPH), penyedian laporan pengaduan administratif pelanggaran hak cipta yang terjadi, dan koordinasi yang baik tingkat kabinet dan koordinasi kerangka kerja untuk pelaksanaan KI. 

"Seiring dengan meningkatnya populasi, keunggulan demografis, dan ekonomi yang dinamis, Indonesia dapat memanfaatkan kekuatan KI supaya terlepas dari perangkap pendapatan menengah atau middle income trap," kata dia.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Stefanus Arief Setiaji
Terkini