Kemenhub Akan Kaji Ulang Tarif Taksi Online

Bisnis.com,26 Feb 2019, 15:29 WIB
Penulis: Rinaldi Mohammad Azka
Taksi online/Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan tengah mengkaji ulang mengenai tarif taksi online saat ini. Hal ini dilakukan mengikuti masukan dari komunitas pengemudi taksi online.

Direktur Angkutan Multimoda, DIrektorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Ahmad Yani menuturkan pihaknya tengah mengkaji ulang besaran tarif taksi online atau Angkutan Sewa Khusus (ASK).

Selama ini, tarif ASK diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tentang tarif batas atas dan batas bawah ASK. Beleid keluaran 2017 ini mengatur tarif batas bawah dan atas wilayah Sumatra, Jawa, dan Bali antara Rp3.500-Rp6.000 per kilometer (km).

Sementara itu, wilayah II yakni Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua berada di rentang tarif Rp3.700-Rp6.500 per km.

Pada pasal 4 beleid tersebut, terbuka kemungkinan perubahan tarif atas dasar perubahan pada biaya pokok dari ASK yang membuat kenaikan lebih dari 20% selama 3 bulan berturut-turut. Namun, pemerintah mengkaji ulang besaran tarif tersebut setelah berkonsultasi dengan pihak komunitas pengemudi ASK.

"[Tarif dihitung ulang] atas usulan teman-teman komunitas, akan kita lihat seberapa besar hitungannya dan kalau itu dihitung pasti ada klarifikasi dari kami," ungkapnya, Selasa (26/2/2019).

Ahmad menyebutkan dalam pembahasan tarif harus mengikutsertakan para pemangku kepentingan, yaitu para pengusaha, baik pengusaha korporasi, maupun Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Selain itu, pengkajian ulang ini tidak otomatis mencabut aturan yang ada karena sifatnya masih berupa evaluasi implementasi yang berlaku sekarang.

Dia juga menyebutkan sanksi bagi operator ASK akan mulai diimplementasikan pada Juni 2019, bersamaan dengan implementasi beleid Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 118 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan ASK.

Kriteria sanksi terdiri atas tiga hal yakni sanksi ringan, sedang, dan berat. Pelanggaran berupa kartu elektronik ganda termasuk pelanggaran berat. Kartu elektronik yang dimaksud adalah kartu identitas bagi operator ASK yang sebelumnya hanya berupa kartu kertas biasa.

Ahmad menjelaskan bentuk saksi tersebut berupa peringatan pertama, kedua, dan ketiga, seperti sebuah surat peringatan.

"Kalau peringatan 1, Surat Peringatan (SP) satu lah. Kalau SP 3 dicabut izin penyelenggaraannya. Itu dari sisi operatornya atau pengusaha angkutannya," tuturnya.

Terkait sanksi tersebut, pemerintah akan bekerja sama dengan pihak ketiga untuk pengawasan, bisa dengan lembaga survei maupun Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Sementara itu, untuk sanksi kepada aplikator penyedia jasa layanan, Kemenhub akan berkirim surat ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini