Bisnis.com, JAKARTA – Integrasi layanan pembayaran milik perusahaan pelat merah pembentuk LinkAja ditargetkan rampung pada Maret 2019.
Sistem pembayaran berbasis quick response code (QR Code) Link Aja merupakan hasil sinergi enam perusahaan pelat merah yakni Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BNI, Bank BTN, Telkom dan Pertamina.
Rohan Hafas, Corporate Secretary Bank Mandiri, menyebutkan saat ini perseroan tengah melakukan migrasi e-wallet serta mesin-mesin pembayaran milik perusahaan BUMN itu agar dapat melayani pembayaran yang menggunakan LinkAja.
“Nanti semua layanan QR Code yang ada di 6 lembaga itu akan dialihkan ke LinkAja. Itu sudah berlangsung dan sekarang masyarakat bisa download LinkAja di Play Store untuk Android dan Apps Store untuk IOS,” katanya di Jakarta, Senin (4/3/2019).
Meski belum diluncurkan secara resmi, layanan LinkAja telah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana pembayaran digital berbasis uang elektronik.
Softlaunching produk tersebut dilakukan pada Minggu 3 Maret 2019, yang sekaligus menandai pembukaan rangkaian kegiatan peringatan HUT Kementerian BUMN yang akan berlangsung sepanjang Maret - April.
Sebelumnya, layanan TCash milik Telkomsel telah berubah menjadi LinkAja sejak 22 Februari 2019.
Pengguna dan sistem layanan aplikasi pembayaran digital milik Bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) seperti E-Cash dari Bank Mandiri, TBank dari Bank BRI dan Uniqu dari Bank BNI, secara bertahap akan dimigrasikan ke dalam layanan LinkAja.
Dia mengatakan proses migrasi akan memerlukan waktu sekitar sebulan. Hal itu mengingat jumlah mesin pembayaran yang mencapai puluhan juta dan sebarannya luas hingga ke pelosok daerah.
“Mesin EDC mesti diatur dulu supaya bisa mengeluarkan QR Code LinkAja. Kalau EDC yang sudah pakai sistem android itu bisa di-set dari sentral, jumlahnya ada sekitar 1 juta. Tapi ada banyak mesin EDC yang mesti didatangi ke merchantnya dan diubah satu per satu,” ujarnya.
Potensi pengguna platform pembayaran anyar itu berpotensi tembus ratusan juta, bila memperkirakan semua nasabah Bank Himbara bermigrasi ke sistem LinkAja.
“Dampaknya adalah kedasyatan program dan pemasarannya serta efisiensi. Jadi dengan gabungan berenam seperti ini, jumlah merchant akan berlipat-lipat, promonya bisa digabung, artinya promosi lebih besar tapi biayanya tidak sebesar kalau sendiri-sendiri. Jadi menguntungkan nasabah dan mengefisienkan bank,” paparnya.
Kementerian BUMN menyiapkan aneka promo untuk mendongkrak penggunaan LinkAja. Salah satu yang dilakukan dalam waktu dekat promo di berbagai merchant berkaitan dengan HUT Kementerian BUMN.
Secara bertahap, kata Rohan, merchant dalam LinkAja akan semakin lengkap dengan kehadiran produk-produk BUMN yang dapat ditraksaksikan menggunakan LinkAja.
Misalnya untuk pembayaran bahan bakar di SPBU milik Pertamina, pembelian tiket Kereta Api dan Damri, paket IndiHome dari Telkom, pulsa dari Telkomsel, produk asuransi milik Jiwasraya, produk farmasi Kimia Farma dan lain sebagainya.
Perizinan
Dari segi legalitas, Bank Indonesia telah memberikan lampu hijau kepada LinkAja. Meski tidak menjelaskan secara lebih detail, Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng menyatakan bahwa LinkAja telah mengantongi izin beroperasi.
"Izin penerbit telah diterbitkan oleh BI," katanya kepada Bisnis, Minggu (3/3/2019).
Izin operasional LinkAja sebagai sistem pembayaran uang elektronik dan layanan keuangan digital (LKD) diajukan melalui PT Fintek Karya Nusantara (Finarya), cucu usaha Telkom yang didirikan di bawah PT Telkomsel.
Bank sentral selaku regulator sistem pembayaran telah melakukan beberapa tahapan pengujian, mulai dari pemeriksaan kelengkapan dokumen, penelitian dokumen serta penelitian onsite atau tes infrastruktur.
Pembentukan LinkAja didasari tujuan untuk membangun layanan teknologi finansial yang kuat secara nasional serta mampu bersaing dengan layanan sejenis yang lebih dulu beroperasi seperti GoPay dan OVO.
Selain dari BI, Rohan mengatakan operasionalisasi LinkAja juga memperlukan perizinan dari Otoritas Jasa Keuangan yang mengawasi perbankan.Namun dia enggan menjawab apakah pengajuan perizinan tersebut telah mendapat restu dari OJK.
“Ada dua izinnya dari BI untuk sistem pembayarannya serta dari OJK untuk transaksionalnya seperti bagaimana operasional di tiap bank, kan mesti ada governancenya. Coba tanya langsung ke Finarya [apakah OJK sudah memberikan izin], saya tidak hapal,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel