Bisnis.com, JAKARTA — Industri perbankan syariah mencatatkan perolehan laba bersih senilai Rp5,1 triliun pada 2018, melesat 65,98% dibandingkan dengan capaian pada tahun sebelumnya sebesar Rp3 triliun.
Data Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, perolehan laba bersih perbankan syariah ditopang oleh naiknya pendapatan opersional setelah distribusi bagi hasil sebesar 11,37% menjadi Rp23,4 triliun.
Sharia Banking Director Bank CIMB Niaga Pandji P Djajanegara menjelaskan, melesatnya laba bersih perbankan syariah dapat disebabkan oleh perbaikan kinerja bank yang sempat memburuk pada 2017.
Namun demikian, Pandji menyampaikan ada tiga hal yang harus diperhatikan dari kinerja perbankan syariah pada tahun lalu. Pertama, naiknya biaya dana akibat likuditas perbankan syariah yang mengetat. Pandji mengingatkan bahwa pertumbuhan laba bersih yang sangat baik pada 2018 sulit diulang apabila perebutan dana kian brutal.
Kedua, pertumbuhan laba bersih yang cukup signifikan kemungkinan ditopang oleh pendapatan provisi dari pencadangan pembiayaan bermasalah, alih-alih bersumber dari pendapatan bisnis intermediasi. Pandji menuturkan pada 2016—2017 silam, aset perbankan syariah memburuk akibat banyakya debitur bermasalah. Dengan kata lain, pertumbuhan laba bersih ditopang oleh keuntungan perbaikan permbiayaan bermasalah.
"Kalau revenue turun atau sama itu berbahaya. Jangan-jangan pertumbuhan laba bersih bisa 200% tapi revenue-nya sama karena NIM [net interest margin/margin bunga bersih] turun dan biaya dana lebih mahal,” ujarnya.
Ketiga, penurunan NIM demi penyesuaian biaya dana unuk menyerap dana pihak ketiga. Pandji mengatakan pengetatan likuiditas berimbas pada naiknya bunga simpanan pada bank-bank kecil dan bank-bank syariah. Jika persaingan penghimpuan dana tetap sama pada tahun ini, pertumbuhan laba bersih tersebut sulit untuk diteruskan pada tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel