Risiko Penurunan Ekonomi Global Diperkirakan Berlangsung Lama, Ini Pemicunya!

Bisnis.com,08 Mar 2019, 16:40 WIB
Penulis: Renat Sofie Andriani
Kapal ekspor China./.Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Risiko penurunan dalam ekonomi global dipandang akan bertahan dalam jangka menengah dan panjang, akibat tertekan perang dagang Amerika Serikat (AS)-China dan perlambatan di Negeri Tirai Bambu.

Masatsugu Asakawa, Wakil Menteri Keuangan Jepang untuk urusan internasional, berharap Pemerintah AS dan China akan menyelesaikan konlfik perdagangan mereka dengan menangani tidak hanya isu-isu perdagangan tetapi juga masalah-masalah struktural Cina.

Menurut Asakawa, perang perdagangan dan perlambatan China yang tampak menunjukkan bertahannya risiko terhadap pertumbuhan global dalam jangka menengah hingga jangka panjang, meskipun ekonomi dunia masih dalam mode pemulihan.

 “Tidak terhindarkan bagi perekonomian China untuk melambat, dengan tren potensi pertumbuhan menurun,” ujar kata Asakawa kepada Reuters, Jumat (8/3/2019).

Di sisi lain, lanjutnya, kecil kemungkinan bagi ekonomi China untuk benar-benar goyah karena ada ruang untuk langkah-langkah stimulus oleh pihak otoritas.

Pernyataan Asakawa disampakan hanya beberapa hari setelah China menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,0% hingga 6,5% pada 2019, di bawah pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 6,6% yang dilaporkan tahun lalu.

Perdagangan global telah melambat selama setahun terakhir akibat terbebani perang tarif antara Pemerintah AS dan China.

Pada Rabu (6/3), Presiden AS Donald Trump mengatakan perundingan perdagangan dengan China telah berjalan dengan baik. Trump juga memperkirakan adanya “kesepakatan yang baik” atau tidak ada kesepakatan sama sekali.

Asakawa mengutarakan keinginannya agar dua negara berkekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut mengatasi masalah-masalah struktural China seputar kekayaan intelektual, transfer teknologi, dan perusahaan milik negara.

Sementara iu, Pemerintah Jepang dan AS akan memasuki perundingan perdagangan bilateral dalam beberapa bulan mendatang, dengan kecenderungan fokus mengenai isu mata uang.

Ia menegaskan kesepakatan negara-negara G7 dan G20 bahwa volatilitas mata uang berlebih dan pergerakan tidak teratur tidak diinginkan untuk stabilitas ekonomi dan keuangan.

“Jepang dapat bertindak sebagaimana mestinya berdasarkan perjanjian G7/G20 jika terjadi gangguan tidak teratur seperti ‘flash crash’ terjadi di pasar,” tutur Asakawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fajar Sidik
Terkini