Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Harda Internasional hendak mewujudkan rencana naik kelas pada tahun ini. Manajamen mengklaim telah memiliki investor yang siap menyuntik modal.
“Masih dalam proses [investor baru]. Semoga tahun ini selesai,” kata Direktur Bisnis BHI David Fisher Kusnadi kepada Bisnis, belum lama ini.
Berdasarkan data publikasi, modal inti perseroan per September 2018 sebesar Rp386,67 miliar. Pada tahun lalu, BHI menutup dengan modal inti yang tidak jauh dari angka tersebut. Dengan demikian setidaknya perusahaan membutuhkan sekitar Rp600 miliar untuk masuk dalam kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) II yang memiliki modal inti antara Rp1 triliun hingga Rp5 triliun.
David melanjutkan, investor yang akan masuk merupakan lembaga keuangan. Hal ini agar tidak berbenturan dengan regulasi yang berlaku.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam POJK Nomor 56/POJK.03/2016 mengatur bahwa kepemilikan maksimum lembaga keuangan, baik bank maupun bukan bank maksimal 40% dari total kepemilikan. Namun khusus lembaga keuangan bukan bank yang tidak memenuhi ketentuan tertentu dibatasi menjadi 30%.
Sementara itu, BHI menutup 2018 dengan kerugian Rp64 miliar. Angka tersebut melorot jauh dibandingkan dengan capaian periode sebelumnya, di mana perusahaan membukukan laba bersih Rp9,02 miliar.
Menurut David, kerugian tahun lalu disebabkan oleh beban cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Perusahaan berkutat dengan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) berberapa waktu terakhir.
Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan untuk kredit naik lebih dari 30 kali lipat per Desember 2018, menjadi Rp62,45 miliar. Angka tersebut mendorong beban operasional selain bunga naik hampir 100% menjadi Rp155,38 miliar.
BHI memasang target untuk mengendalikan rasio NPL kurang dari 4%. Laporan publikasi kuartal III/2018 menunjukkan rasio NPL perseroan berada pada posisi 5,36%, naik dari tahun sebelumnya 3,87%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel