DPR Surati Presiden Parlemen Eropa Terkait CPO

Bisnis.com,27 Mar 2019, 01:29 WIB
Penulis: Yustinus Andri DP

Bisnis.com, JAKARTA—Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyurati Parlemen Eropa agar mempertimbangkan kembali kebijakan diskriminasi UE terhadap produk minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya asal Indonesia.

Dalam salinan surat yang ditanda tangani oleh Ketua DPR RI Bambang Soesatyo dan  ditujukan kepada Presiden Parlemen Eropa Antonio Tajani, DPR RI menyatakan kekecewaan dan ketidakstujuannya terhadap skema Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Act yang diajukan oleh Komisi Eropa. Kedua skema itu dinilai sengaja dibuat untuk mendiskriminasikan CPO.

“Kami percaya kedua skema itu cacat tidak memuat aspek keberimbangan dan tidak konstruktif, karena keduanya dibuat dengan dasar penelitan ilmiah yang cacat dan diskriminatif,” seperti dikutip Bisnis dari surat tersebut, Selasa (26/3/2019)

DPR RI pun menegaskan dalam surat tersebut bahwa pemerintah bersama pengusaha dan petani sawit selama ini telah menunjukkan dan terus membuktikan bahwa perkebunan sawit Indonesia dijalankan secara berkelanjutan. Selain itu Indonesia juga terus memerangi aksi deforestasi.

“Kami selama ini menyediakan data dan bukti terkait upaya kami di sektor sawit dengan diperkuat oleh data dan kajian dari lembaga internasional yang terkemuka. Namun, argumen dan masukan dari Indonesia rupanya selama ini terus ditolak,” lanjut surat tersebut.

Hal itu, dinilai DPR RI pada akhirnya akan menyebabkan suasana yang tidak menguntungkan bagi kedua negara untuk memajukan kemitraan dan kerja sama di masa depan.

Selain itu, dalam surat tersebut, DPR RI juga menjelaskan signifikansi dan pentingnya kehadiran industri sawit bagi masyarakat RI. Pasalnya, industri sawit telah memperkerjaka secar alangsung maupun tidak langsug 19,5 juta jiwa, di mana 6,9 juta diantaranya adalah petani kecil.

Di sisi lain ekspor CPO dan produk turunannya asal Indonesia juga sangat penting bagi pendapatan nasional. Nilai ekspor komoditas itu pada tahun lalu mencapai US$21,4 miliar di mana US$3,76 miliar di antarnya diperoleh dari ekspor ke UE.

DPR RI juga mengklaim industri sawit juga berperan penting terhadap mata pencaharian dan hajat hidup para petani. Dengan demikian Implementasi RED II akan berdampak besar terhadap penduduk dengan jumlah yang besar.

Lembaga legislatif RI itu juga menjelaskan apabila UE mengesahkan RED II, maka kebijakan itu akan bertolak belakang dengan komitmen di Perjanjian Paris.  Sebab berdasarkan laporan dari The International Union for Conservation of Nature (IUCN) CPO memiliki produktivitas 9 kali lebih banyak dibandingkan dengan minyak nabati lain per hektarnya.

“Kami juga terus mendorong Pemerintah Indonesia untuk  memperbaiki industri ini seperti  memperkuat proses sertifikasi kelapa sawit terutama dalam bentuk Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), serta melakukan peremajaan perkebunan, restorasi lahan dan moratorium pembukaan lahan baru,” tulis surat tersebut.

Guna membuktikan upaya perbaikan Indonesia terhadap industri kelapa sawit agar sesuai dengan aspek keberlanjutan dan mematuhi kesepakatan perubahan iklim dunia, DPR RI dalam surat itu juga memaparkan sejumlah bukti.

Salah satunya, proses deforestasi di Indonesia terus mengalami  penurunan  dari 1,09 juta hektare pada 2014 menjadi 0,4 juta hektare pada 2018.

Selanjutnya dalam surat tersebut juga disebutkan bahwa DPR RI akan mendukung secara penuh langkah pemerintah Indonesia untuk melakukan gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) apabila skema RED II disahkan nantinya.

“Mempertimbangkan sejumlah opsi-opsi tersebut, kami mendesak Parlemen Eropa untuk bertindak secara obyektif terhadap CPO asal RI. Kami juga berharap Parlemen Eropa mempertimbangkan seluruh penjelasan kami di surat ini demi menjaga hubungan baik Indonesia dan UE,” tutup surat tersebut.

Adapun sebelumnya, pada Senin (25/3/2019),Staf Khusus Menteri Luar Negeri Peter F. Gontha menyebutkan  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah melayangkan surat kepada Parlemen Eropa untuk meninjau ulang isi dari RED II. Hal itu menurutnya,salah satu upaya Indonesia untuk melakukan pendekatan dan lobi-lobi antarparlemen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini