Bisnis.com, SURABAYA – Pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan di sektor perbankan sebagai dampak perubahan revolusi industri 4.0 semakin tidak terhindarkan.
Jaringan Komunikasi Serikat Pekerja Perbankan menyebutkan dalam periode 2015-2018, jumlah karyawan dari 29 bank yang mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sudah mencapai 64.000 orang secara nasional. Sebanyak 10%-15% di antaranya merupakan karyawan dari Jawa Timur (Jatim).
Ketua Pusat Studi Ketenagakerjaan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Asri Wijayanti, menilai PHK yang dilakukan perbankan tersebut tidak tepat jika disebut upaya efisiensi, tapi diakui memang menjadi dampak perubahan zaman. Untuk itu, perbankan perlu mempersiapkan modal pelatihan usaha bagi karyawan sebelum melakukan PHK.
“Pengusaha harus memfasilitasi dengan mengalokasikan sebagian dana untuk melatih orang-orang yang sekiranya terancam PHK dan mutasi ini. Ini adalah tanggung jawab pemberi kerja untuk berterima kasih kepada pekerjanya,” tuturnya seusai diskusi publik Tsunami PHK di Sektor Perbankan, di Surabaya, Jatim, Sabtu (31/3/2019).
Sementara itu, pekerja juga harus meningkatkan kemampuan ke arah digital sebagai bekal teknologi untuk pengembangan usaha selanjutnya setelah PHK. Adapun peran pemerintah adalah mewujudkan kepedulian terhadap anak bangsa melalui sebuah regulasi.
“Misalnya, alokasi Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, ada fungsi Serikat Pekerja (SP) yang berusaha mengikutkan kepemilikan saham pekerja dalam perusahaan. Ini bisa jadi wujud pengalihan modal saham tadi untuk ruang usaha baru bagi mereka yang di-PHK,” lanjut Asri.
Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jatim Anas Nasrudin menyatakan pemerintah siap memfasilitasi para pekerja yang di-PHK melalui pelatihan kemandirian di Balai Latihan Kerja (BLK).
“Kalau bank punya dana untuk menyiapkan pekerja-pekerja ini, misalnya pelatihan manajemen keuangan atau pelatihan usaha baru lainnya, kita bisa kerja sama,” ucapnya.
Ketua SP Bank Danamon Abdoel Moedjib menambahkan pekerja yang di-PHK menuntut agar pemerintah hadir untuk melindungi para pekerja seusai dengan amanat Pasal 151 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja dengan segala upaya agar menghindari PHK.
“Kami meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas pengawas perbankan yang punya bargaining power kepada bank supaya bank membuat Rencana Bisnis Bank (RBB) apakah perusahaannya ada PHK atau tidak. Jika ada, harus disertai kompensasinya apakah itu golden shake hand yang melebihi jumlah normatif,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel