Konten Premium

Mengapa Pemilu Berpengaruh terhadap Ekonomi Indonesia?

Bisnis.com,02 Apr 2019, 15:08 WIB
Penulis: Lalu Rahadian
Gantungan kunci yang menjadi bentuk sosialisasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada masyarakat untuk menyukseskan penyelenggaraan Pemilu 2019, yang akan digelar secara serentak pada Rabu (17/4/2019)./Tim Foto Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemilu, kontestasi politik yang digelar tiap 5 tahun sekali di Indonesia, kerap dipandang mempengaruhi perekonomian negara. 
 
Pelaku usaha di Indonesia dianggap selalu menunggu waktu dan hasil Pemilu sebelum mengambil langkah untuk menanamkan investasi, membuka lini usaha baru, atau membuat kebijakan terkait industri yang ditekuni.
 
Pengaruh Pemilu terhadap dunia ekonomi dalam negeri terlihat dari hasil penelitian Unit Riset dan Pengabdian Masyarakat (RPM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) pada 2014. Dalam laporan kuartal volume 1 tahun 2014, RPM FEB UI memaparkan pengaruh kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) saat itu dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
 
Laporan itu memaparkan bahwa Pilpres membuat nilai tukar rupiah terdepresiasi sepanjang Juni-Juli 2014. Pada 2 bulan itu, tahapan Pilpres 2014 tercatat memasuki fase akhir kampanye dan pemungutan suara.

Karyawan menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di Jakarta, Senin (1/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
 
Nilai tukar rupiah yang sempat terapresiasi hingga kisaran Rp11.400 per dolar AS pada pertengahan Mei 2014 akhirnya melemah sampai menembus Rp12.100 pada Juni 2014. Hal itu diakibatkan sikap pelaku pasar yang berlaku rasional sebelum hasil Pilpres diketahui.
 
Depresiasi rupiah kala itu sempat mereda sedikit pada awal Juli. Tetapi, sehari setelah pemungutan suara, yakni 10 Juli 2014, nilai tukar rupiah kembali terdepresiasi.
 
“Seiring dengan belum definitifnya calon presiden dengan adanya polemik dua versi pemenang quick count yang terus dipublikasikan oleh media-media nasional baik cetak maupun elektronik,” tulis laporan itu.
 
Fenomena yang sama juga terjadi dalam Pilpres 2004 dan 2009. Saat itu, nilai tukar rupiah sempat terpengaruh penyelenggaraan Pilpres sebelum hasil penghitungan cepat keluar.
 
Pada 2004, rupiah yang awalnya berada di kisaran Rp8.600 per dolar AS lantas naik hingga menembus Rp9.400 per dolar AS pada masa-masa Pemilu. Lima tahun kemudian, rupiah naik ke atas level Rp10.000 dari sebelumnya di kisaran Rp9.800 per dolar AS sebelum Pilpres.
 
Penyelenggaraan Pilpres juga berdampak pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Laporan yang sama menyatakan bahwa dalam rentang Mei-Juli 2014, fluktuasi IHSG cukup signifikan.
 
Pada pertengahan Mei 2014, IHSG sempat hampir mencapai level 5.050. Namun, indeks justru terkoreksi ke kisaran 4.850-4.900 pada akhir Juni 2014. 
 
IHSG mulai merangkak pada awal Juli 2014, hingga mencapai level 5.100 sehari setelah pemungutan suara. Tetapi, pergerakannya kembali turun dan bearish ke level di bawah 5.050 pada 2 hari usai pemungutan suara Pilpres 2014.
 
“Meskipun Pilpres memberikan dampak pada volatilitas nilai tukar dan IHSG, tapi hal ini lebih karena faktor psikologis ketimbang teknikal. Hal ini pada gilirannya juga dapat dijadikan pelajaran, bahwa di jangka pendek, sangat penting menjaga ekspektasi pasar,” tulis laporan terkait.
 
Sejak 2014, penyelenggaraan Pemilu juga dianggap tak berdampak signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. RPM FEB UI menghitung dampak Pemilu 2014 terhadap pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari 0,1%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  Konten Premium

Anda sedang membaca Konten Premium

Silakan daftar GRATIS atau LOGIN untuk melanjutkan membaca artikel ini.

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini