Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai akuisisi bank oleh perusahaan financial technology atau fintech dapat dilakukan sepanjang memiliki komitmen untuk terus memenuhi kebutuhan permodalan bank yang terus meningkat seiring dengan ekspansi bisnis.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK Budi Armanto mengatakan bahwa investor perbankan tidak dibatasi harus berupa bank. Lembaga keuangan yang masih berusia ‘muda’ seperti fintech pun diizinkan mengakuisisi bank selama memiliki kapasitas permodalan yang memadai.
“Sebetulnya kalau investor bank siapapun dia, menurut hemat saya, yang penting punya dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan modal bank dan pengembangan usaha ke depannya,” katanya kepada Bisnis, Rabu (3/4/2019).
Sementara itu, dihubungi terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana enggan mengomentari terkait upaya perusahaan fintech asal China Akulaku yang hendak memperbesar porsi kepemilikan saham di PT Bank Yudha Bhakti Tbk.
Heru beralasan pihaknya belum mendapat laporan resmi dari perseroan terkait aksi korporasi penyuntikan dana tersebut. “Kalau mau PUT [penawaran umum terbatas] atau rights issue pasti lapor ke OJK perbankan dan pasar modal, tapi ini belum ada lapor sama sekali jadi saya belum bisa bicara,” katanya.
Akan halnya tren akuisisi perbankan oleh perusahaan fintech, menurut Heru, masih belum banyak terjadi di dalam negeri. Sebelum Akulaku, perusahaan fintech Line Financial Asia lebih dulu masuk ke bank konvensional dengan pembelian sebagian saham Bank KEB Hana.
Akulaku, perusahaan fintech asal China yang juga dimodali oleh Alibaba, berniat menambah kepemilikan saham Bank Yudha Bhakti dari sebelumnya 13,06% menjadi 20,11%. Akulaku akan masuk sebagai standby buyer dari rencana penawaran umum terbatas (PUT) II dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) yang akan dilakukan oleh Bank Yudha Bhakti.
Dalam keterbukaan informasi disampaikan bahwa PUT tersebut akan dilakukan sebanyak-banyaknya 499,6 juta lembar saham. Dengan harga pelaksaaan Rp338 per saham, nilai penambahan modal diperkirakan mencapai sebanyak-banyaknya Rp168, 87 miliar.
Jika saham-saham yang ditawarkan dalam PUT II tersebut tidak diambil atau dibeli oleh pemegang HMETD, maka sisanya akan diberikan kepada pemegang HMETD lain yang melakukan pemesanan lebih besar dari haknya.
Apabila setelah alokasi tersebut masih terdapat sisa HMETD yang tidak dilaksanakan, maka PT Akulaku Silvrr Indonesia berdasarkan perjanjian pembeli siaga tanggal 15 Maret 2019 akan bertindak membeli seluruh sisa saham tidak diambil.
“Dalam registrasi pertama Akulaku masih standby buyer dengan rencana pembelian 499 juta saham dan harga masih di level Rp338 per saham,” kata Corporate Secretary Bank Yudha Bhakti Andriyana Muchyana kepada Bisnis, Senin (1/4/2019).
Aksi korporasi tersebut akan membuat jumlah saham perseroan bertambah dari sebelumnya 5,66 miliar menjadi 6,16 miliar saham.
Adapun, menurut perhitungan sementara perseroan jika pemegang saham pengendali yakni PT Gozco Capital tidak menggunakan seluruh haknya maka jumlah sahamnya akan terdilusi dari 33,90% menjadi 31,15%.
Begitu juga dengan pemegang saham lain yakni PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha juga diperkirakan akan terdilusi masing-masing dari 21,91% dan 5,45% menjadi 20,13% dan 5,01%. Porsi kepemilikan saham oleh masyarakat juga akan turun dari dari 25,68% menjadi 23,60%.
Sementara itu, jika Akulaku berkesempatan mengeksekusi seluruh saham baru, porsi kepemilikan sahamnya emiten berkode saham BBYB tersebut akan meningkat dari sebelumnya 13,06% menjadi 20,11% dengan jumlah total saham naik menjadi 1,24 juta lembar.
Sebelumnya Akulaku telah masuk ke perseroan lewat transaksi akuisisi sebagian saham Gozco Capital. Akulaku menggenggam saham 8,95% dengan nilai total Rp158 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel