Bisnis.com, JAKARTA — Tidak seperti hari-hari biasanya ketika berangkat berkebun, siang itu Poltak Manullang berpenampilan rapi saat berjalan ke arah kebun kopi. Dia antusias mengikuti pemaparan mengenai asuransi mikro yang diselenggarakan di sebuah kebun kopi di Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara.
Dengan mengenakan kemeja polo biru tua dan jaket hitam, Poltak menghampiri tenda dan jejeran kursi tempat acara berlangsung. Poltak bersama sejumlah petani kopi lain hendak mengikuti acara edukasi asuransi mikro yang digelar PT Asuransi Sinar Mas (ASM). Sebagai salah satu perwakilan gabungan kelompok tani (Gapoktan) Sejahtera, Poltak memilih kursi paling depan.
Selama acara berlangsung, Poltak serius menyimak pemaparan mengenai asuransi mikro. Saat memasuki sesi tanya jawab, dia menjadi petani pertama yang mengajukan pertanyaan. Secara garis besar, pertanyaan Poltak menitikberatkan pada proteksi yang didapatkan setelah petani mendapatkan polis asuransi, serta pertanyaan terkait dengan tata cara pengajuan klaim.
"Nilai premi itu tidak berat, biaya merokok saja setahun lebih dari Rp50.000. Untuk satu keluarga pun kami, para petani kopi, sanggup membeli kalau begitu. Kan terlindungi, lebih tenang," ujar Poltak saat berbincang bersama Bisnis seusai acara.
Poltak merupakan sebagian dari 6.000 petani kopi dan 4.000 siswa di Humbang Hasundutan yang mendapatkan proteksi asuransi mikro dari ASM. Setelah memahami konsep asuransi mikro dan merasakan manfaatnya, para penerima bantuan asuransi ini diharapkan akan melanjutkan sendiri membayar premi secara mandiri demi mendapatkan proteksi yang berkelanjutan.
Direktur ASM Dumasi M. Samosir menjelaskan edukasi mengenai asuransi menjadi salah satu hal yang penting dalam mengembangkan produk asuransi mikro. Menurutnya, pemahaman masyarakat mengenai asuransi turut memengaruhi kinerja pemasaran produk asuransi mikro.
Kondisi tersebut tergambar dari persentase penerima kartu asuransi mikro ASM yang melanjutkan polisnya setelah masa proteksi habis hanya sebanyak 5%. Hal tersebut, menurutnya, terjadi karena masyarakat tidak mengalokasikan secara khusus dana untuk membayar premi asuransi meskipun nilainya sangat terjangkau.
"Itulah sebabnya kami membuat celengan impian dengan harapan nasabah yang tahun ini sudah diproteksi tahun depan terproteksi lagi karena premi hanya Rp10.000 dan Rp50.000. Dia menabung setahun di celengan itu pasti lah lebih dari Rp50.000," ujar Dumasi.
POTENSI BESAR
Dumasi melihat asuransi mikro sebagai lini bisnis yang sangat menguntungkan sehingga perlu digenjot kinerjanya. Dia menjelaskan, klaim asuransi mikro yang dibayarkan ASM pada 2018 tidak mencapai Rp50 juta, dengan perolehan premi sebesar Rp1,2 miliar.
Dia menilai potensi tersebut kerap tidak dilirik agen asuransi karena nilai premi yang kecil sehingga komisi yang didapatkan pun kecil. Padahal, apabila jumlah premi tersebut dikalikan dengan jumlah nasabah asuransi yang besar, maka lini bisnis ini akan menghasilkan keuntungan.
Dumasi bahkan menjelaskan, ASM saat ini memiliki peluang meraup premi asuransi mikro hingga Rp20 miliar dari salah satu komunitas berbasis masyarakat muslim. "Sudah masuk sih sekarang tapi belum sesuai jumlahnya, baru sekitar ratusan juta. Itu kalau jadi terkumpul seluruh Indonesia bisa Rp20 miliar potensinya," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel