Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan emiten harus benar-benar bersiap sejak tahun ini untuk mulai menerapkan standar akuntansi baru pada 1 Januari 2020 mendatang. Untuk itu, kalangan emiten diharapkan sudah mulai melakukan mitigasi risiko terhadap potensi masalah yang ditimbulkan selama proses penyesuaian nantinya.
Standar akuntansi yang baru ini diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan mengadopsi International Financial Reporting Standars (IFRS 9, 15 dan 16) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Board (IASB).
DSAK telah mengeluarkan tiga PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), yakni PSAK 71 (IFRS 9) tentang Instrumen Keuangan, PSAK 72 (IFRS 15) tentang Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan, dan PSAK 73 (IFRS 16) tentang Sewa. Ketiga PSAK ini terbit 2017 lalu dan mulai efektif awal 2020.
Di pasar global, IFRS yang baru ini sudah mulai diterapkan, masingmasing mulai 1 Januari 2018 untuk IFRS 15 dan 9, serta sejak 1 Januari 2019 untuk IFRS 16. Di Indonesia, DSAK membolehkan emiten yang ingin lebih dahulu menerapkannya untuk menerapkan lebih dini.
Emiten Indonesia yang tercatat di dua bursa, seperti TLKM yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan New York Stock Exchange, misalnya, sudah mulai menerapkan standar baru ini.
Nur Sigit Warsidi, Direktur Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa OJK, mengatakan bahwa perubahan standar akuntansi sudah dikomunikasikan kepada pelaku pasar dan pemangku kepentingan terkait dalam 2 tahun terakhir.
Waktu jeda 2 tahun antara penerbitan standar baru dan penerapannya ini memberi kesempatan untuk para pelaku memahami perubahan standar ini dan kemudian memitigasi risikonya.
Meskipun dapat diasumsikan seluruh pihak sudah mengetahui informasi ini, tetapi OJK menilai perlu lebih konservatif menghadapi perubahan ini melalui upaya mitigasi risiko, menimbang pentingnya perubahan ini bagi pasar modal Indonesia.
OJK selama ini telah dan sedang melakukan upaya sosialisasi dan uji coba terhadap perubahan ini. Inisiatif ini dilakukan OJK untuk memastikan kesiapan para pihak, terutama emiten, untuk menerapkan standar baru ini tahun depan.
OJK meminta para pemangku kepentingan terkait untuk mengecek masalah yang mereka hadapi, merancang langkah-langkah untuk memitigasi risiko masing-masing dan mengomunikasikannya dengan OJK. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi perhatian bersama dan para pihak tidak kaget nantinya.
Sigit mengatakan, bulan lalu OJK melakukan sosialisasi dengan kalangan emiten, lalu pekan lalu dengan perusahaan efek dan manajer investasi. Pekan ini OJK akan melakukan sosialisasi kepada para emiten di Surabaya. Selanjutnya, sosialisasi akan dilakukan kepada para akuntan dan bank kustodian, bahkan dengan internal OJK sendiri.
“Tujuannya supaya semua pihak betul-betul tahu perubahan itu dan tahu persisi posisinya seperti apa, apa yang perlu dibuat, perubahan seperti apa yang harus ditindaklanjuti, impact-nya seperti apa. Jadi, risikonya bisa dimitigasi bersama,” katanya, Senin (1/4).
Dirinya memaklumi bahwa untuk penerapan pertama kali diperlukan waktu persiapan yang panjang dan sosialisasi dengan beberapa kali pertemuan, apalagi bila para pihak yang ikut dalam proses sosialisasi tidak memiliki latar belakang akuntansi. Oleh karena itu, langkahlangkah sosialisasi yang disiapkan OJK cukup panjang.
Sesuai ketentuan, tahun depan standar yang baru ini akan benar-benar berlaku dan tidak ada lagi alasan bagi para pihak untuk tidak mengatahuinya. Tugas auditor adalah memastikan standar tersebut tepenuhi dalam laporan keuangan akhir tahun 2020.
Samsul Hidayat, Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia, mengatakan bahwa adopsi PSAK baru ini sangat penting karena dengan itu laporan keuangan emiten domestik dapat diterima di kancah internasional. Hal ini, misalnya, akan memudahkan emiten yang ingin menjajaki peluang penerbitan obligasi di luar negeri dan meminta peringkat dari lembaga pemeringkat internasional.
Samsul mengatakan, dampak PSAK baru ini bagi masing-masing emiten bisa jadi akan berbeda. Namun, semakin dekatnya periode implementasi standar baru ini mengharuskan proses sosialisasi yang intensif segera dilakukan.
AEI akan mencoba menindaklanjuti standar baru ini dengan melakukan sosialisasi internal di kalangan emiten dengan mengundang Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) atau emiten yang sudah lebih dahulu menerapkan standar ini.
“Ini berlaku 2020, sehingga memang mestinya sejak sekarang sudah mulai diperkenalkan apa saja metode yang berubah, hal-hal apa saja yang mesti diketahui bagian akunting perusahaan, termasuk apakah perlu menyesuaikan ulang sistem mereka. Bagus bahwa isu ini diangkat dulu, lalu nanti kita mulai komunikasikan,” katanya.
Pada kesempatan terpisah Jumadi Anggana dari PWC Indonesia mengatakan, PSAK 71, 72 dan 73 memperkenalkan konsep-konsep yang masuk akal namun dalam penerapannya dapat menjadi cukup kompleks. Peran berbagai fungsi dalam perusahaan/emiten baik keuangan maupun non-keuangan menjadi krusial dalam memastikan ketepatan penerapan standarstandar tersebut. Perusahaan/emiten perlu menyediakan waktu yang cukup panjang untuk menyiapkan diri dalam hal ini.
“Yang juga sama sekali tidak boleh diremehkan adalah waktu yang diperlukan oleh auditor eksternal dalam melakukan audit atas penerapan standar-standar tersebut. Untuk perusahaan atau emiten dalam industri-industri tertentu yang sangat terdampak, boleh jadi auditor memerlukan waktu yang jauh lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaannya,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel