Indonesia Bisa Masuk Jebakan Negara Kelas Menengah Jika Tak Lakukan Ini

Bisnis.com,09 Apr 2019, 20:42 WIB
Penulis: Lalu Rahadian
Wajah Jakarta, barometer terdepan pertumbuhan ekonomi Indonesia./Reuters-Beawiharta

Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai tingkat 7% per tahun agar masuk kategori negara berpendapatan tinggi pada 2048. Jika angka itu tidak tercapai, dikhawatirkan Indonesia akan masuk jebakan kelas menengah.

Pendapat itu dikemukakan Direktur Eksekutif Center of Reform in Economics (CORE) Mohammad Faisal. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% tak cukup membawa Indonesia keluar dari kategori negara berpenghasilan menengah.

"Tapi, artinya kita butuh pendekatan yang tak seperti sudah-sudah. Jangankan 7%, 6% [pertumbuhan ekonomi] saja kita tidak mampu kalau pendekatannya masih sama," kata Faisal di Jakarta pada Selasa (9/4/2019).

Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan mengembangkan industri manufaktur.

Faisal mengutarakan industri manufaktur bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi lantaran membuka banyak lapangan kerja formal bagi masyarakat.

Indonesia telah masuk kategori negara berpenghasilan menengah sejak 1996. Itu artinya, sudah 23 tahun Indonesia berada di kelompok tesebut.

Faisal menambahkan beberapa konvensi internasional menyepakati bahwa sebuah negara bisa dikatakan masuk ke jebakan kelas menengah jika berada di klasifikasi itu selama 42 tahun. Itu artinya, Indonesia bisa dikatakan masuk jebakan jika hingga 2038 masih berstatus negara penghasilan menengah.

"Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi harus diupayakan sesegera mungkin saat masih menikmati bonus demografi," tuturnya.

Jika tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di kisaran 5%, dikhawatirkan perkembangan negara ini akan tersalip negara-negara lain.

Idealnya, ujar Faisal, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dari sekarang untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara yang sudah masuk kelas pendapatan menengah ke atas atau pendapatan tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Syahran W. Lubis
Terkini