Uji Materi UU OJK : Saksi Ahli Pemerintah Sebut Pengawasan Terintegrasi untuk Tumbuhkan Kepercayaan

Bisnis.com,10 Apr 2019, 13:38 WIB
Penulis: Stefanus Arief Setiaji
Karyawan melintas di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Rabu (3/10/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Kabar24.com, JAKARTA — Sidang uji materi Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghadirkan saksi ahli dari pemerintah.

Dalam pandangannya, Johansyah saksi yang dihadirkan pemerintah berpandangan kewenangan OJK terkait dengan penyidikan memberikan kepastian hukum.

Penyidik OJK, kata Johansyah, secara aturan mengacu pada UU OJK dalam bertindak. Selain itu juga mengacu pada kitab undang-undang hukum pidana (KUHAP). Hal itu telah memberi kepastian hukum secara materiil dan formil.

“Sebagaimana kita tahu, sekarang memasuki zaman  globalisasi. Pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dalam badan pengawas keuangan diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan berbagai pihak,” ujar Johansyah yang juga Kepala Divisi Hukum PT Bank Negara Indonesia Tbk. dikutip dari keterangan resmi Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (10/4/2019).

Sementara itu kewenangan pengawasan yang dimiliki OJK juga bernilai positif. Sebab dengan kewenangan ini, OJK dapat dengan mudah mengidentifikasi semisal ada tindak pidana dalam sektor jasa keuangan.

“Saat proses penyelidikan, sudah terdapat pemanggilan pihak terkait dan menghadirkan bukti-bukti tertulis sekaligus menghadirkan pengawas. Jadi proses yang terjadi sudah mempertimbangkan banyak aspek,” jelasnya.

Sementara saksi lainnya, Kombes Pol. W. Marbun menyatakan digabungkannya penyidik kepolisian yang ada OJK dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bukan tanpa alasan.

Hal itu dilakukan agar dapat bekerja efisien dan efektif, selain  juga lebih cepat dan tepat serta saling bertukar data.

Marbun menyatakan due process of law dilakukan setelah masuk penyidikan. Adapun saat proses penyelidikan, dilakukan oleh satuan kerja dan departemen dalam OJK.

Uji materi UU OJK diajukan oleh dosen yang terdiri dari Yovita Arie Mangesti, Hervina Puspitosari, Bintara Sura Priambada, dan Ashinta Sekar Bidari.

Mereka mendalilkan bahwa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 49 ayat (3) UU OJK. Pemohon mempermasalahkan wewenang penyidikan  dalam Pasal 49 ayat (3) UU OJK tidak mengaitkan diri dengan KUHAP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Stefanus Arief Setiaji
Terkini