Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. memproyeksikan ruang penurunan suku bunga kebijakan Bank Indonesia pada tahun ini paling banyak hanya sekitar 25 bps.
Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo menilai penurunan suku bunga kebijakan tidak akan dilakukan secara drastis di tengah upaya BI dan pemerintah menjaga stabilitas ekonomi dan tekanan eksternal. “Bank-bank sentral negara lain juga hanya menurunkan bunga acuannya maksimal 25 bps,” katanya kepada Bisnis, Selasa (16/4/2019).
Kendati suku bunga acuan diprediksi turun, menurut Anggoro, tidak memberikan angin segar bagi margin bunga bersih industri perbankan, termasuk BNI. Pasalnya bank cenderung menahan bunga kredit pada saat BI menaikkan suku bunga acuan hingga 175 bps sepanjang tahun lalu.
“Hal itu kontras dengan kondisi suku bunga simpanan. Ini pilihan rasional bank untuk menjaga kualitas kredit sehingga NPL [non performing loan] tidak melonjak,” jelasnya.
Pada tahun lalu BNI menutup 2018 dengan rasio NIM sebesar 5,3%. Dengan tekanan terhadap pendapatan bunga bersih, BNI memproyeksi NIM pada tutup tahun ini sebesar 5,2%.
Anggoro mengatakan bahwa tahun ini rasio dana murah dari produk giro dan tabungan atau current account savings account (CASA) mencapai 60% hingga 63% terhadap total dana pihak ketiga yang dihimpun. BNI juga mengincar pertumbuhan dana murah dan deposito sebesar 10%—13% secara tahunan.
Lembaga keuangan Morgan Stanley menilai Bank Indonesia perlu membuka ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7 Day (Reverse) Repo Rate.
Dalam riset Morgan Stanley yang berjudul Growth and Liquidity Cycles in Sync, disebutkan bahwa Bank Indonesia (BI) diprediksi menurunkan suku bunga sebesar 75 bps pada kuartal III/2019, seiring dengan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat yang cenderung dovish, inflasi yang rendah, dan current account defisit yang mulai menyempit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel