Tekfin Berpotensi Jadi Sarang Pencucian Uang, Ini Langkah PPATK

Bisnis.com,02 Mei 2019, 18:35 WIB
Penulis: Nindya Aldila
asuransi fintek-mafia cuci uang./ Ilham Nesabana - Erlangga Adiputra

Bisnis.com, JAKARTA -- Ada indikasi munculnya transaksi mencurigakan pada transaksi perusahaan teknologi finansial atau tekfin. Untuk itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan langsung bergegas mengatur skema pencegahan transaksi misterius lewat aset virtual.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memerinci beberapa isu yang terkait transaksi mencurigakan lewat tekfin.

Pertama, jika tekfin tidak dikelola dengan baik, kasus seperti bunga tinggi, penyalahgunaan data pribadi, penagihan tidak senonoh, dan rasio kredit bermasalah bisa merusak industri lembaga finansial digital tersebut.

Kedua, rentannya terjadi metode smurfing atau tindak pemecahan transaksi. Pasalnya, nilai transaksi tekfin tidak sampai memenuhi ketentuan transaksi yang harus dilaporkan atau di bawah Rp100 juta.

Ketiga, banyaknya peringatan yang salah dalam mendeteksi tindakan pencucian uang dan terorisme. Sistem saat ini hanya dapat mendeteksi sebagian kecil dari sampel, tanpa mampu melihat gambaran secara keseluruhan.

Selain tekfin, Blockchain juga disoroti sebagai celah terjadinya tindak pidana pencucian ulang dan tindak pidana pendanaan terorisme.

"Apalagi, nanti masuk ke uang digital seperti mata uang kripto. Indonesia saja belum punya aturan soal itu," ujarnya.

Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sedang mengusulkan perubahan PP No.43/2015 tentang pihak pelapor dalam pencegahan pemberantasan tindak pidana pencucian uang . Harapannya, para penyelenggara tekfin menjadi pihak pelapor.

Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae mengatakan, PP yang ada saat ini belum memasukkan penyelenggara tekfin sebagai pelapor ke PPATK. Aturan itu baru ada pada tahapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).

Berdasarkan POJK No. 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, tekfin dengan model bisnis peer to peer lending harus menerapkan sistem anti pencucian uang-pencegahan pendanaan terorisme pada 2021.

Lalu, di dalam PP No.43/2015, pihak pelapor dari industri jasa keuangan meliputi bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan pialang asuransi, dana pensiun, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu. Koperasi simpan pinjam, penyelenggaran uang elektronik, perdagangan berjangka komoditi, dan penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang juga termasuk pihak wajib lapor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Surya Rianto
Terkini