BI : Kredit Perbankan Masih Punya Ruang Bertumbuh

Bisnis.com,03 Mei 2019, 09:22 WIB
Penulis: Ropesta Sitorus
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo membuka peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan edisi Maret 2019 bertema Penguatan Intermediasi di tengah Ketidakpastian Ekonomi Global di Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (3/5/2019)./Bisnis-Chamdan Purwoko

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia menyatakan intermediasi perbankan masih memiliki potensi ruang pertumbuhan kendati sempat mengalami perlambatan pada kuartal pertama 2019.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Retno Ponco Windarti menuturkan penyaluran kredit perbankan berpotensi tumbuh di level 10-12 persen sampai akhir 2019, diikuti dengan penghimpunan dana pihak ketiga sebesar 8-10 persen.

“Saat ini, kami masih optimistis bahwa kredit tumbuh 10-12 persen. Kami juga yakin bahwa pertumbuhan kredit masih bisa didorong karena masih ada ruang. Fokus BI yakni bagaimana upaya meningkatkan intermediasi perbankan tapi dalam rangka stabilitas sistem keuangan yang aman,” katanya di Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Retno menuturkan potensi ruang pertumbuhan itu didasari beberapa hal seperti siklus, kecukupan likuiditas dan permodalan, risiko kredit perbankan yang masih aman, serta ekspansi korporasi yang mulai membaik sehingga menaikkan permintaan kredit.

Perbaikan tingkat risiko tampak dari tren penurunan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) dan jumlah penghapusan buku kredit.  

“Untuk likuiditas secara industri masih bagus, jauh di atas threshold. Tapi barangkali ada masalah segmentasinya, karena itu BI melakukan operasi moneter secara rutin sehingga bank yang kurang likuiditas bisa meminjam. Selain menjembatani pemerataan, operasi moneter ini akan memperdalam pasar keuangan,” paparnya.

Guna mendorong pertumbuhan intermediasi perbankan, ada beberapa strategi yang dilakukan bank sentral, baik yang telah diterapkan maupun akan ditingkatkan. Misalnya, terkait pelonggaran Loan to Value (LTV), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta mendorong kredit di sektor-sektor prioritas.

Selain itu, BI juga mendorong bank memanfaatkan pelonggaran Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) atau secondary reserve dari sebelumnya 50 persen menjadi 100 persen dapat direpokan ke BI demi melonggarkan likuiditas bank. Kebijakan lainnya yaitu relaksasi RIM dari sebelumnya 80-92 persen menjadi 84-94 persen, yang berlaku mulai Juli 2019.

“Kebijakan ini akan kami evaluasi tiap 6 bulan untuk melihat apakah masih efektif dengan mencermati risiko yang ada. Ke depan, akan kami lihat lagi aspek mana yang bisa ditingkatkan untuk mendorong pertumbuhan kredit karena kalau dilihat secara siklus masih ada peluang pertumbuhan,” lanjut Retno.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menyatakan pertumbuhan pada kuartal pertama cenderung mengalami perlambatan. Namun, mengacu pada survei perbankan, BI memproyeksi pertumbuhan kredit akan kembali menguat pada kuartal II/2019

“Kami yakin pada kuartal kedua akan meningkat karena pada akhir kuartal I sudah ada tanda-tanda peningkatan kredit pada sektor kendaraan bermotor, itu peluang ke depan,” ungkapnya.

Secara industri, kredit perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan pada kuartal I/2019.

Mengutip analisis uang beredar yang dilansir BI, pada Maret 2019, kredit perbankan tumbuh 11,5 persen secara year-on-year (yoy) menjadi Rp5.319,3 triliun, lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 12 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Margrit
Terkini