Bisnis.com, JAKARTA -- Implementasi kebijakan makroprudensial akomodatif yang didukung oleh koordinasi dan kerja sama yang erat dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan otoritas terkait lainnya diklaim mampu menunjukkan hasil positif.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan intermediasi terus tumbuh, permodalan bank tinggi dan risiko likuiditas terjaga dengan baik, serta indeks SSK tetap terjaga dalam zona aman.
"Sepanjang semester II/2018, BI memperkuat kebijakan makroprudensial akomodatif hingga saat ini," ungkapnya dalam paparannya dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan edisi Maret 2019 di Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Pertama, BI telah melakukan pelonggaran kembali Loan to Value/Financiang to Value (LTV/FTV) untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) untuk fasilitas kredit pertama, pelonggaran fasilitas inden, dan pelonggaran termin pembayaran.
Kedua, penyempurnaan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) Loan to Funding Ratio (LFR) menjadi Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) untuk mendorong intermediasi perbankan.
Ketiga, implementasi instrumen Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) untuk meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan.
Keempat, BI mempertahankan besaran Countercyclical Capital Buffer (CCB) pada level 0 persen. Kelima, BI secara konsisten senantiasa berupaya mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Ke depan, Perry memperkirakan SSK Indonesia akan tetap terjaga. Selain itu, pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan diperkirakan dalam kisaran 10-12 persen secara year-on-year (yoy) dan 8-10 persen yoy.
"Bahkan, pertumbuhan kredit diperkirakan mendekati batas atasnya tahun ini," paparnya.
Alhasil, siklus keuangan yang telah menunjukkan arah ekspansi diperkirakan akan terus menguat. Kinerja korporasi non keuangan juga terjaga dan terus melanjutkan ekspansi.
Menurut Perry, optimisme tersebut didukung oleh kebijakan BI untuk melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif. Bank sentral akan tetap berkomitmen untuk melakukan penguatan intermediasi yang didukung dengan permodalan dan likuiditas yang memadai.
Selain evaluasi kebijakan rasio LTV/FTV secara berkala akan dievaluasi, kebijakan RIM juga akan terus ditinjau ulang untuk mendorong intermediasi yang bersifat wholesale.
"Ketentuan PLM akan terus dipantau dan CCB juga akan terus dioptimalkan," tegasnya.
Perry melanjutkan penguatan pemantauan terhadap bank-bank besar dan korporasi akan terus dilakukan, termasuk penguatan pemantauan risiko di luar perbankan. Selain itu, pemanfaatan data National and Regional Balance Sheet (NBS/RBS) akan terus dioptimalkan.
Adapun data keuangan dalam negeri menunjukkan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Februari 2019 tetap tinggi yakni 23,4 persen dan disertai rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang rendah yaitu 2,6 persen gross atau 1,2 persen net.
Dari fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit pada Februari 2019 tercatat 12,1 persen yoy, stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang meningkat 12 persen yoy. Pertumbuhan DPK pada Februari 2019 sebesar 6,6 persen, meningkat dibandingkan dengan Januari 2019 yang naik 6,4 persen.
Likuiditas perbankan terjaga, antara lain tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang berada di level 22,3 persen pada Februari 2019.
Sementara itu, kinerja korporasi go public membaik tercermin dari peningkatan keuntungan dan kemampuan membayar kewajiban yang sejalan dengan peningkatan aktivitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel